Sabtu, 29 Januari 2011

Kerja Belum Selesai

Saya membuka diary
Dalam suatu waktu, seringkali saya
mendapati diriku berada dalam
ruang yang berbeda dengan pikiranku

Terkadang, ketika tersadar ternyata
diri ini berada dalam ruang yang berjarak
beberapa tahun di muka ruang
tempat pikiranku berada

Terkadang pula pikiranku
berjarak beberapa tahun di belakang ruang
tempat diri ini berada

Akhirnya, ketika benar-benar tersadar
ketika diri ini dan pikiran ini berada
dalam satu ruang yang sama
saya mendapati diriku tidak sedang
mengerjakan apa-apa

Belum ada apa-apa
Kerja belum selesai

Sabtu, 22 Januari 2011

Janji akhir pekan

Memenuhi janjiku, pada diriku sendiri. Pada setiap akhir pekan pada rumah mayaku ini, bahwa saya akan berkunjung. Membawa satu buah, dua buah catatan. Memperbaiki letak itu, ini. Menambahkan sesuatu disana, disini. Sambil tak lupa, menengok tetangga kiri, kanan.

Harusnya janji berkunjung itu, tadi malam. Dua pekan sudah seperti itu, kecuali pekan ini. Sehari saya terlambat..

* * *

"Sudah"
"Sudah selesai"
"Saya mau pulang..."

Sabtu, 15 Januari 2011

Laki-laki pilihan Bapakmu

Kau akhirnya menepati janjimu
Kau bilang akan mengenalkan aku
Pada laki-laki pilihan bapakmu, suamimu

Dia memang kaya aku tahu itu
Aku tahu dari maharnya pada keluargamu
Dua petak sawah lima ekor kerbau

Dia juga keluarga bangsawan
Aku tahu pada deretan nama-nama
Pada undangan merah jambu yang kau kirimkan dulu

Dia juga gagah, sudah pasti itu
Saya laki-laki juga tahu, juga bapakmu
Apalagi kau adalah perempuan

Dia juga lebih alim aku tahu itu
Aku bisa lihat diwajahnya yang bercahaya itu
Saat lebih dulu ia mengucapkan salam padaku

Kau beruntung, bapakmu tidak memilihku
Kau beruntung, kau beruntung

* * *

Jumat, 14 Januari 2011

Tentang Teng-Teng

"Apakah kita masih punya alasan untuk tetap optimis dengan kondisi Indonesia hari ini?", kurang lebih seperti itulah bunyi pertanyaannya. Pertanyaan itu saya dengar pada acara radio mingguan Kang Prie GS yang disiarkan Jum'at malam tadi. Acaranya di Smart FM diberi nama Refleksi, jam 19 sampai jam 20 waktu Jakarta.

Demi menjawab pertanyaan itu, Kang Prie mengutarakan beberapa fakta. Dengan ciri khasnya yang suka bercanda itu, disampaikannya fakta itu dalam beberapa kata yang tidak panjang dan lebar.  Sangat singkat, dan intinya bahwa kita masih bisa tetap optimis kepada Indonesia kita ini.

Dan kalau saya pikir-pikir, saya amat-amati dan saya rasa-rasakan memang benar bahwa masih banyak alasan untuk kita tetap optimis kepada bangsa ini. Salah satunya tentang kabar dari kawan yang saya terima sore tadi.

Saya bertemu dengan kawan ini ketika kami sama-sama mengikuti Pelatihan Peningkatan Kapasitas SDM Calon Wirausaha Muda Makassar yang diadakan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM, beberapa bulan yang lalu. Di pelatihan itu kami dibimbing tentang bagaimana memulai sebuah usaha, bagaimana menghadapi tantangan yang kerap kali dihadapi wirausaha baru, sampai bagaimana mengembangkan usaha menjadi sebuah bisnis jangka panjang. 

Kawan saya ini, ketika itu, sedang merintis usaha yang dia sebut sebagai ten-tenk spesial. Barangkali karena ada embel-embel spesialnya, makanya tulisannya menjadi ten-tenk. Padahal setahu saya tulisannya teng-teng. Oh, tunggu dulu, tahu ten-tenk kan? Ten-tenk ini merupakan panganan tradisional yang terbuat dari kacang tanah yang diberi gula merah. Kacang tanah tadi disangrai kemudian dituangi dengan larutan gula merah hangat. Kemudian dibentuk dalam model lingkaran yang berdiameter kira-kira 10 cm. Setelah itu didinginkan. Maka jadilah.

(Oh iya, sebelum lanjut, saya hanya ingin bilang kalau cara membuat ten-tenk yang saya tuliskan di atas tadi hanyalah hasil imajinasi pribadi yang saya dapat dari pengalaman saya selama bergaul dengan yang namanya ten-tenk. Namun kalau mau diukur tingkat kepercayaannya, bolehlah sampai 80%.)

Oke, kita lanjut.

Nah, kawan saya ini mengabarkan kalau ten-tenk spesialnya itu (yang sepertinya telah bermetamorfosis dan berganti nama menjadi Ten-tenk Butterfly) berhasil menjadi finalis pertama pada lomba Wirausaha Muda Mandiri 2010 tingkat Propinsi Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Dan berhak mengikuti lomba selanjutnya di tingkat Nasional.

Saya jadi teringat the Butterfly Effect yang dikemukakan oleh Edward Norton Lorenz. Bahwa kejadian-kejadian yang terjadi hari ini boleh jadi adalah pengaruh dan akumulasi dari kejadian-kejadian yang lalu. Begitu pun dengan kejadian-kejadian di hari esok.

Ten-tenk Butterfly bukanlah kupu-kupu pertama yang mengepakkan sayapanya. Telah ada beberapa, mungkin puluhan, mungkin ratusan, mungkin ribuan. Dan kepakkan sayap-sayap ini akan terus menjalar, berakumulasi dan memberikan efek. 

Di kabar yang dia sampaikan melalui sms itu, teman saya tadi memohon didoakan, dan berpesan agar kami tetap semangat.
* * *

Sumber foto: google.co.id

Sabtu, 08 Januari 2011

Mengapa Tuhan Menciptakan Warna

Salam. Apa kabar? Semoga baik-baik saja. Saya pun sedang baik-baik saja. Saya berharap ini bukan kata-kata rutin untuk berbasa-basi setelah sekian lama tak berjumpa. Oh, iya.. sekarang saya tidak lagi di kotaku yang dulu. Coba tebak dimana. Ayo, coba.Ya.. ya.. saya lupa, saya lupa kalau di negara kita tercinta ini ada banyak kota. Akan membuang-buang waktu saja jika kita main tebak-tebakan. Lagipula kalaupun tebakan anda tepat belum tentu saya membenarkannya.

Hei, anda harus tahu kalau saya ke kota ini seorang diri. Saya naik pesawat. Ini kelima kalinya saya menaiki benda penemuan Wright bersaudara itu. Ini kota yang sama sekali baru buat saya. Memang sih namanya sudah tidak asing lagi, malah sangat terkenal. Anak SD pasti juga tahu. Saya kasih bocoran sedikit. Kota ini terdiri dari lima huruf. Saya lupa pahlawan siapa yang lahir di kota ini.

Hah, tak usah pusing-pusing. Begitu saja kok repot. Begini saja, soal dimana saya berada tidak begitu penting. Yang jelas sekarang saya sedang bersemangat. Saya ingin bercerita.

Saya sudah bilang tadi kan, kalau saya ke kota ini seorang diri. Namun sebelum saya meninggalkan kotaku yang dulu, saya sudah punya nomor hape siapa yang akan saya temui disini. Hari itu hujan turun sejak pagi. Saya berkemas-kemas. Jam 12.25 pesawat akan berangkat, itu tertera di tiket yang saya pegang. Hujan belum juga reda ketika saya meninggalkan tempat kostku. Saya berpamitan dengan teman-teman di kost-an. Sudah hampir jam 12. Saya naik ke taksi dan bilang ke pak sopir: "Penerbangan jam 12.25, masih dapat, kan?" Pak sopirnya tidak menjawab, mungkin ia ragu.

Di perjalanan menuju bandara saya dililit oleh rasa kedinginan. Oleh dinginnya suhu AC mobil, dinginnya cuaca yang sedang hujan, dan dinginnya aliran darahku yang dihinggapi kegugupan dan ketakutan akan ketinggalan pesawat. Di negara ini, pelayanan umum memang sering menjadi sorotan. Ada banyak hal yang selalu disoroti, salah satunya soal ketepatan waktu. Namun, dihari itu saya berharap agar pelayanan umum tadi tidak usah dibereskan dulu. Biarkanlah begitu adanya. Biarkanlah penundaan-penundaan pelayanan tetap terjadi. Sebab saya masih di jalan, bandara masih beberapa menit lagi.

Beberapa menit kemudian, saya bersyukur. Ketika menyebutkan kota tujuanku, petugas tiket berkata: "Oh, pesawatnya delay, Pak, masih transit di kota anu, belum ada konfirmasi kapan berangkatnya".
"Oh, begitu ya?", jawabku.

Nah, singkat cerita, pesawatnya berangkat. Informasi penundaan penerbangan sudah saya kirimkan kepada seseorang yang akan menjemputku di kota tujuan nanti. Secara fisik kami belum saling bertemu. Namun, melalui telepon kami sudah mengenal warna suara masing-masing. Saat tiba mendarat nanti, bagaimana saya mengenali penjemputku dan bagaimana dia mengenali saya. Ini masalah yang coba saya pecahkan selama di pesawat.

Tiba-tiba, setelah awak pesawat mengumumkan bahwa pesawat telah mendarat dengan selamat, sebuah sms masuk ke hapeku. "Bro, kamu pake baju warna apa?"

* * *