Rabu, 30 Maret 2011

Senyum Tanggal Muda

Bagaimanakah?
Beginikah?
Begitukah?
Ah, terserah kaulah!

* * *

Kamis, 24 Maret 2011

Maka menulislah saya

Aku tak ingin mengingini
setelah mati aku nanti
kau hanya mendapati namaku
hanya pada batu nisanku

* * *

Minggu, 20 Maret 2011

Sihir optimisme


Agenda pertama saya hari ini adalah mencuci. Ketika bangun pagi, melalui jendela saya dapat melihat kalau langit sedang mendung. Mungkin saja hujan akan turun. Walaupun begitu, agenda mencuci tadi harus selesai, mesti tuntas. Saya berharap matahari mau mengintip dari balik awan dan memberikan sinarnya. Dan saya optimis harapan itu akan terwujud.

Maka mulailah saya memilih pakaian yang akan dicuci, beberapa baju dan beberapa celana. Saya mengambil deterjen bubuk, mencari ember menuang air, menakar deterjen secukupnya lalu melarutkannya ke dalam air. Setelah itu memasukkan satu persatu pakaian ke dalam larutan tadi. Rendam beberapa menit, kemudian kucek, lalu bilas dengan air bersih. Begitu petunjuk yang saya temukan pada kemasan deterjen. Saya patuhi petunjuk itu dan tidak berapa lama mencuci pun selesai.

Langit tetap saja mendung. Namun saya bersyukur karena tidak sampai turun hujan. Dan cuaca nampaknya akan memihak kepada saya. Di langit timur sana saya melihat matahari mengintip malu-malu dari balik awan. Harapan saya mulai terlihat. Dengan rapi saya mengatur cucian tadi pada tali jemuran di sisi rumah.

Menit berganti menit. Matahari masih saja malu-malu menampakkan diri seutuhnya. Lama-lama sikap malu-malu tadi berubah menjadi sikap menutup diri. Kini, langit menjadi gelap. Rintik-rintik mulai menjejak di tanah dan menimbulkan bunyi tik-tik di atas atap. Ini pertanda bahwa cucian di jemuran harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman, lebih strategis. Tempat yang tidak terkena hujan, namun cukup memberi ruang agar pakaian bisa diangin-anginkan.

Dan benar saja, strategi mengangin-anginkan tadi berhasil. Hingga saat tulisan ini dibuat, beberapa pakaian itu telah saya pindahkan ke dalam rumah. Tak ada lagi air yang menetes. Memang belum kering seratus persen, tetapi saya tidak perlu khawatir. Saya masih punya senjata pamungkas. Ya, setrika akan merampungkannya dan besok pagi pakaian itu akan siap untuk dikenakan. 

Begitulah. Di bawah langit yang mendung selalu ada ruang untuk berharap :)

* * *

Rabu, 16 Maret 2011

bukan BCD (Bunga Citra Destari)


Lintasan pikiran, ide,.. ya, barangkali boleh saja disebut demikian. Saya menemukan tiga kata ini: berita, cerita, derita. Awalnya, saya hanya menemukan dua yang pertama. Setelah sadar bahwa abjad awalnya berurutan, b dan c, kemudian saya mencoba melanjutkan dengan abjad setelahnya. Saya lalu mendapatkan kata yang ketiga: derita.

Tidak puas dengan hanya tiga kata itu, saya mencoba dengan abjad yang lainnya: aerita, eerita, ferita, gerita, herita, ierita, jerita, kerita, lerita, merita, nerita, oerita, perita, qerita, rerita, serita, terita, uerita, verita, werita, xerita, yerita, zerita.

Akhirnya, mengikuti kelaziman yang selama ini didengar telinga saya, tiga kata itulah yang saya pilih. Lagipula letak ketiganya berdekatan, berurutan. Kau pernah mendengar kata-kata yang lainnya, yang sisanya?

* * *

Berita
Dariku, kau mungkin ingin menanyakan berita
Berita itu akan kau dengar sebagai cerita
Mungkin pasti, kau hanya akan suka berita yang baik-baik saja
Sebab berita baik, akan kau racik lagi menjadi cerita

Cerita
Okelah sekarang aku akan bercerita
Cerita tentang derita
Cerita ini aku dapat dari berita
Dari mulut ke mulut, sejak lama kala

Derita
Begini cerita dari mulut ke mulut itu
Katanya jika derita datang padamu
Lihatlah disekitarmu, jangan ke atasmu, menengoklah ke bawahmu
Sebab dengan begitu kau akan menemukan syukur, di derita itu

* * *

Sabtu, 12 Maret 2011

Melaporkan dari Manado

Mungkin saja kau sudah melihatnya di televisi. Berita tentangnya. Tentang gempa yang mengguncang Jepang. Kemarin siang, sekitar jam 3 saya menontonnya. Dalam skala richter kekuatannya 8,9. Kau tahu apa artinya 8,9 itu? Kau tahu? Saya tak tahu pasti. Yang saya tahu setelah membuka Wikipedia, bahwa  kekuatan gempa interval 8,0 sampai 8,9 SR dapat menyebabkan kerusakan serius hingga dalam area  ratusan mil.

Kini, yang jelas, gempa sekuat itu telah menimbulkan gelombang tsunami di lautan Jepang. 600 km per jam kecepatan gelombangnya. Itu berarti sama dengan 10 kali kecepatan motor yang berani saya pacu. Kau bisa membayangkan bagaimana mengendarai motor dalam kecepatan sekencang itu? Saya tak bisa membayangkannya. Saya tak bisa. Saya tidak berani.

Melalui kemajuan teknologi saat ini, berita tentang tsunami di Jepang dengan cepat menyebar, mungkin hampir ke seluruh negara. Satu hal yang perlu saya syukuri, tentunya. Di  setiap stasiun televisi di negeri kita beritanya disiarkan. Saya bisa menonton rekaman gambar yang ditayangkan. Dengan gagah perkasanya, tsunami  menyapu setiap benda yang dilaluinya. Dari tayangan itu saya bisa melihat (pastinya kau juga), kapal-kapal, mobil-mobil terseret bagai perahu kertas. Bahkan ada bangunan yang menyala-nyala ikut terseret dan mengapung di atas tsunami tadi, mungkin kilang minyak, atau apalah.

Setelah Jepang mengalami guncangan gempa dan tsunami menyapu beberapa daerahnya, pihak Jepang kemudian mengirimkan peringatan kepada negara-negara tetangga, tak terkecuali negeri kita, Indonesia.  Dengan kecepatan gelombang 600 km per jam, diperkirakan gelombang tsunami akan mencapai Indonesia pada malam harinya sekitar pukul 20 waktu Indonesia bagian tengah. Daerah-daerah yang  diperkirakan akan terkena imbas dari tsunami Jepang adalah Papua, Maluku Utara, dan Pulau Sulawesi bagian Utara.

* * *

Mungkin saja kau sudah melihatnya di televisi. Berita tentang kepanikan orang-orang negeri kita di tiga pulau tadi. Ya, memang benar. Mereka panik. Salah satu diantara mereka adalah saya.

Hari Jum’at kemarin merupakan hari kerja terakhir dipekan ini. Seperti Jum’at-Jum’at sebelumnya, saya akan berlama-lama berada di kantor, biasanya hingga selepas Maghrib, namun tidak pada Jum’at kemarin. Televisi di sudut ruangan terus memberitakan perkembangan terbaru tentang tsunami di Jepang. Saya dan seorang teman masih membicarakan agenda kerja yang sudah harus siap pada hari Senin nanti. Di luar, di jalan raya, terdengar klakson kendaraan bersahut-sahut. “Hei, kau yang di depan, percepat putaran rodamu!”, barangkali begitu artinya.

Kantor saya berada di kawasan padat lalu lintas, namun mendengar bunyi klakson kendaraan yang melintas di hari kemarin, saya bisa menangkap ada sesuatu yang tidak biasa. Nada klakson itu bukan hanya sekedar berkata: “Hei, kau yang di depan, percepat putaran rodamu!” Bukan, bukan hanya sekedar itu pesannya. Ada warna-warna kepanikan pada nada-nada dari klakson itu.

* * *

Manado memiliki dataran yang bergelombang. Jalan rayanya ada banyak tanjakan dan turunan. Pusat bisnisnya terletak di kawasan Mega Mas, yang diistilahkan dengan BOB (Boulevard On Bussiness). Kawasan BOB ini merupakan daerah yang terletak di pesisir laut. Menurut perkiraan saya daerah ini dulunya laut, kemudian ditimbun, maka jadilah BOB seperti sekarang yang ditumbuhi ratusan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Mungkin terlalu berlebihan jika saya menyebut kawasan ini sebagai kawasan Seribu Mall. Sehingga jika kau pernah mendengar 5B yang menjadi daya tarik Manado, maka salah satu B yang dimaksud adalah Boulevard ini.

Kepanikan cukup besar barangkali terjadi di kawasan ini. Apalagi setelah dikabarkan bahwa gelombang tsunami dari Jepang akan mencapai pantai Manado pada pukul 8 malam. Peringatan agar masyarakat bersiap diri dan tidak panik disampaikan Pemerintah setempat melalui Kecamatan, Kelurahan, hingga ke RT/RW. Mobil berpengeras suara diturunkan untuk berpatroli di jalan-jalan, menghimbau dan mengarahkan masyarakat.

Di sepanjang perjalanan saya pulang ke rumah, saya melihat  orang-orang telah ramai bergerombol.  Bersama keluarga, bersama teman, bersama tetangga-tetangga. Semua bersiap-siap, dan tidak sedikit yang sudah bergerak menuju daerah yang lebih tinggi.Pergerakan orang-orang ke daerah yang lebih tinggi terus berlangsung sejak sore hingga mencapai puncaknya menjelang pukul 8 malam.

Menit-menit pun berganti, Pemerintah kita akhirnya mengumumkan mencabut peringatan bahaya yang telah diumumkan sejak sore hari.Tsunami, yang dinanti-nanti, akhirnya tak jadi datang. Mungkin ia lelah setelah bekerja keras di Jepang sana. Mungkin juga ia memilih beristirahat dulu beberapa jenak, menghimpun tenaga untuk berjalan mencapai Indonesia yang beribu mil jaraknya. Tapi kami berharap ia tak sampai datang kemari.

* * *

Sabtu, 05 Maret 2011

Oh, apa yang harus saya jawab?


Apakah laki-laki harus kumisan atau janggutan? Saya rasa, tidak harus. Walaupun demikian, dua hal itu saya miliki kini. Dengan kumis dan janggut, saya bisa mengukur bahwa waktu telah lagi berlalu beberapa hari. Saya tak perlu melihat penanggalan, saya cukup meraba di kedua tempat tumbuhnya kumis dan janggut tadi. Terlambat beberapa hari saja mencukurnya, bisa membuat waktu di wajah ini seakan berlari  cukup jauh  di depan. Seperti ketika saya menulis catatan ini.

Kumis, janggut, laki-laki. Kau tak harus punya dua yang pertama untuk disebut laki-laki. Tapi saya punya, kumis dan janggut. Dua hal yang selalu memberitahu saya bahwa  bukan sedikit waktu yang telah saya  pakai untuk meniti umur-umur kehidupan ini. Berbicara waktu, lalu kau mungkin akan bertanya tentang pencapaian, kepada saya.

Oh, kepada saya, apa yang harus saya jawab?

* * *