Alhamdulillah, hari ini adalah hari ke dua puluh tiga usia pernikahan kami. Masih baru memang, bahkan belum bisa disebut seumur jagung, karena umur jagung adalah tujuh puluh hari, heheh. Namun di usia pernikahan kami yang baru dua puluh tiga hari ini telah ada begitu banyak hal yang layak ditulis sebagai pengingat bagi saya dan isteri.
Pernah disuatu pagi saya minta dibuatkan sarapan telur mata sapi untuk dimakan di kantor. Saat tiba di kantor, saya mengirim WA ke isteri.
Pernah disuatu pagi saya minta dibuatkan sarapan telur mata sapi untuk dimakan di kantor. Saat tiba di kantor, saya mengirim WA ke isteri.
"Alhamdulillah saya sudah di kantor. Sudah sarapan juga. Enak pake banget telur mata sapinya."
Pernah juga dipagi berikutnya, di meja sarapan, saya bilang ke isteri. Ternyata begini ya enaknya jika punya isteri. Padahal dulu sebelum menikah saya sarapan juga. Tapi beda rasanya jika sarapannya dibuatkan dan dimakan bersama-sama dengan isteri tercinta. Bukan cuma hal sarapan saja. Dari bangun tidur, ngopi atau ngeteh pagi, berangkat kantor, bertukar kabar saat di kantor, pulang kantor, bahkan sampai ke hal-hal sederhana lainnya, terasa berbeda ketika telah menikah.
Saya mengibaratkan, jika sebelum menikah seperti ada ruang-ruang kosong dalam diri ini, ruang-ruang kosong yang tak kasat mata. Maka setelah menikah, ruang kosong tadi menjadi terisi oleh kehadiran peran seorang isteri.
Saya menyadari bahwa untuk menjadi suami terbaik bagi isteri saya, dan ayah terbaik (insya Allah) bagi anak-anak kami kelak, tidaklah mudah. Tapi saya akan belajar, begitu pula isteri saya. Perjalanan masih jauh. Hari ini baru hari ke dua puluh tiga. Bahtera rumah tangga kami baru saja berlayar. Tapi apapun di depan sana, kami telah mantap untuk memilih menjadi suami isteri.
Sebelumnya kami memang tidak pernah menjalani pacaran. Kami dipertemukan dengan jalan ta'aruf. Dan memang seperti inilah sebenarnya yang telah disyariatkan agama. Setelah menikah kami sepakat menjadi suami isteri sekaligus menjadi teman dan sahabat dalam berbagi.
Pernah disuatu siang isteri saya mengirimkan pesan WA ke saya. Beberapa baris pesan itu tertulis seperti ini:
Terima kasih sudah memilih sy jadi
istri Mas. Bersusah payah menambah
amanah utk dijaga, dibina dan
dilindungi.
Semoga kebersamaan ini dapat saling
menguatkan, menumbuhkan dan
mengembangkan masing-masing
dari kita menjadi pribadi yg lebih baik
dan memberikan manfaat yg lebih
luas.
Terima kasih Mas, sudah
menggenapkan separuh agama sy.
Maafkan istrimu ini... dengan segala
kelemahan, keanehan dan sok
kuatnya.
Ana uhibbuka fillah
* * *
Saya membaca pesan WA isteri saya tadi, tetapi baru sembilan hari kemudian mampu saya kirimkan balasannya. Saya membalasnya dengan sebuah kalimat pendek. Aamiin Allahumma Aamiin. Begitu bunyinya. Semoga Allah mengabulkannya. Walaupun setiap hari bersama dan berkomunikasi, namun untuk beberapa pesan yang hendak kami kenang, kami meyampaikannya lewat pesan tertulis melalui WA. Kadang kami mengirimkan pesan melalui WA, padahal kami sedang duduk berdampingan. Begitulah kami. Kadang lucu juga, wkwkwk.
Sebelum menikah dulu, di pertemuan ta'aruf kami pernah terlibat diskusi singkat tentang apa itu pernikahan. Isteri saya yang saat itu belum menjadi isteri dengan tegas menjawab: Pernikahan itu bukan hanya sekedar bersama di dunia saja, namun berharap kemudian dapat dikumpulkan bersama dengan anak cucu keturunan di syurga-Nya kelak.
Setelah diskusi itu, beberapa hari kemudian saya bersilaturahim ke kedua orangtuanya. Menyampaikan maksud untuk melamar anak perempuan mereka. Pantun berbalas, maksud berjawab. Alhamdulillah lamaran saya diterima. Dua bulan kemudian kami menikah. Tanggal 2 Shafar 1439 H. Perjalanan pun dimulai. Bismillah.
Menikah memang bukan perjalanan singkat. Menikah adalah perjalanan jauh, menempuh batas-batas dunia untuk mencari keridhaan Allah sehingga berharap dipertemukan kembali di syurga Allah kelak.
Saya teringat sebuah pepatah yang mengatakan: If you want to walk fast, walk alone. If you want to walk far, walk together. Jika kamu ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri. Jika kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama.
Perjalanan sudah kami mulai. Dan, teman perjalanan jauh ini bernama Gita.
Semoga Allah selalu membimbing langkah kami. Aamiin Allahumma Aamiin. (*)