Senin, 25 April 2011

Ujian Kenaikan Kelas

Hari ini kami menelepon ke kantor atasan. Perihal yang kami tanyakan adalah soal penilaian kinerja bulanan kami sebagai kantor cabang. Dalam daftar penilaian yang kami terima itu, kami menemukan adanya ketidaksesuaian data dengan kinerja yang telah kami laporkan setiap bulannya.

Kami melakukan cross check ke kantor atasan perihal ketidaksesuaian itu. Kami mencari tahu siapa yang bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan dari kantor cabang. Kepada staf kantor atasan yang menangani laporan tersebut kami menanyakan data mana yang ia pakai buat menganalisa dan menilai kinerja kantor cabang kami.

Jelas saja kami tidak terima dengan penilaian yang dikirimkan ke kami. Sebab, data-data yang dicantumkan dalam lembar penilaian itu sangat berbeda dengan data yang kami laporkan. Awalnya, staf tersebut bersikeras bahwa data yang menjadi dasar penilaiannya berasal dari data yang kami kirimkan setiap bulannya. Debat telepon pun terjadi. Kami mencoba menguak fakta, sementara suara di ujung telepon sana memberikan jawabannya. Tidak terima dengan jawaban yang diberikan, kami mengajukan pertanyaan berikutnya. Kini, kami lebih spesifik. Kami menanyakan data tanggal berapa yang kami kirimkan, dan oleh siapa, sehingga telah menjadi dasar oleh pihak kantor atasan untuk membuat penilaian. Tersebutlah sebuah nama dari pihak kami. Nama yang tersebut diminta untuk memberikan keterangan. Namun nama yang tersebut itu menunjukkan keyakinannya bahwa data yang dikirimkannya telah sesuai. 

Debat telepon masih berlangsung. Dari pihak kami telah hampir pasti menjatuhkan vonis bersalah kepada staf kantor atasan tadi. Mesti ada yang mengaku siapa yang salah sebelum gagang telepon ditutup. Dan sebelum si bersalah mengaku maka debat masih akan terus berlangsung. Fakta nampaknya mulai terkuak. Kami telah memegang data-data arsip dari laporan yang telah kami kirimkan. Bukti telah jelas. Staf tadi perlahan merendahkan suaranya. Dalam suara yang rendah itu, ia akhirnya mengaku. Kesalahan ada pada pihaknya. "Kalau begitu, kirim ulang saja laporan itu, biar kami membuatkan koreksinya", begitu kata staf tadi mengakhiri pembicaraan.

Namun, persoalannya tidak selesai sampai disitu. Secara pribadi saya berpendapat bahwa kejadian ini mesti mendapatkan kritik dan perbaikan. Mesti ada mekanisme saling kontrol. Jangan mentang-mentang kantor atasan, maka menjadi anti-kritik. Inilah yang saya sebut dengan saling menghormati dan menghargai job masing-masing. Perihal mengirim ulang laporan adalah perihal gampang. Memang laporan itu hanya beberapa lembar saja. Namun data-data yang ada di laporan itu adalah hasil peras keringat dan putar otak dari tim kerja kami yang ada di kantor cabang. Ini pelecehan! (maaf, saya agak keras pada kalimat ini) Saya ulangi, ini pelecehan. Kesalahan data yang menjadi dasar penilaian buat kami adalah sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap kinerja yang telah kami lakukan. Jadi, permasalahan tidak selesai dengan hanya mengirimkan ulang data-data yang dibutuhkan. Tidak selesai sampai disitu, Bung.

Tapi sudahlah, toh kau sudah mengakui kesalahanmu. Semoga kami pun dapat memakluminya. Bukankah dengan begini, berarti kita terus dapat belajar?

* * *

Sampai disini, saya tetap masih percaya bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Saya yakin, bahwa jika kami bisa belajar dari kejadian hari ini, maka kami akan naik kelas, baik sebagai individu maupun sebagai institusi. Benarlah apa yang dikatakan para bijak bahwa setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, dan setiap waktu adalah belajar.

Salam Sukses Selalu :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar