Rabu, 26 Agustus 2015

Mahasiswa Universitas Kehidupan

Hingga hari ini adik-adik Mahasiswa di jurusanku dulu, Jurusan Matematika Universitas Hasanuddin Makassar, masih sering mengirimi saya sms undangan untuk menghadiri kegiatan mereka. Dari kegiatan penerimaan mahasiswa baru, kegiatan lomba dalam rangka ulang tahun Organisasi Himpunan Mahasiswa, hingga Musyawarah Besar menjelang suksesi pergantian kepengurusan.

Doktrin jaspulisi - jangan sampai putus tali silaturrahiim - terus ditularkan oleh senior-senior kepada adik-adik mahasiswa yang baru masuk. Doktrin ini turun-temurun diwariskan dari angkatan ke angkatan. Maka jika sampai hari ini masih ada sms-sms yang masuk, itu adalah buah dari doktrin tadi. Kami pun sebagai alumni yang telah bertahun-tahun meninggalkan kampus, mendapat sms seperti ini bagaikan diajak untuk mengenang kembali kampus almamater kami. Dan, tentu saja ada perasaan haru dan juga bahagia mengetahui nama kami masih tetap hidup di kampus yang telah lama kami tinggalkan.

Pernah suatu sore, di Manado sini, saya mengunjungi kampus Universitas Samratulangi. Sebenarnya sebelum kunjungan itu saya pernah datang beberapa kali. Hanya saja pada kunjungan saya yang beberapa kali itu, suasana kampus masih sepi. Pada kunjungan saya berikutnya, pada sore itu, suasana kampus lagi ramai-ramainya oleh mahasiswa. Dari halaman parkir saya berdiri memandang gedung Pascasarjana Jurusan Ekonomi. Saya melihat geliat kehidupan kampus begitu kuat menggoda diri ini untuk merasakan kembali berada dalam atmosfer perkuliahan.

Saya kuliah S1 saja susahnya bukan main. Ini malah mau digoda lagi untuk S2. Padahal dulu pas waktu tahun-tahun terakhir kuliah S1, ketika skripsi belum juga kelar-kelar, ada guyonan yang kerapkali kami ucapkan. "Kalau belum bisa nyusun skripsi, nyusun tesis dululah, wkwkwk.." 

Terlepas dari apakah kita pernah kuliah S1, S2, atau S3, bahkan sekalipun kita hanya lulusan SD, sejatinya kita adalah Mahasiswa pada Universitas Kehidupan.

Oh, iya, kalau dipikir-pikir, tujuan kita berkuliah (baca: hidup) sebenarnya untuk apa?

Ayo, mari dipikirkan. Jika sudah selesai dipikir-pikir dan sudah ketemu jawabannya, silahkan dikumpulkan lembar jawabannya. (*)

Kamis, 20 Agustus 2015

Berolahragalah, tapi jangan berlebihan


Kapan terakhir kali kamu berolahraga? Sudah lupa karena saking terlalu lamanya?

* * *

Terakhir kali saya berolahraga adalah sebulan sebelum bulan puasa. Olahraga yang saya maksud disini adalah olahraga yang betul-betul diniatkan untuk berolahraga dan mencari keringat. Bukan berjalan kaki naik tangga dari lantai satu ke lantai dua kantor. Bukan berjalan kaki di mall. Bukan berjalan kaki menuju kendaraan di parkiran, ataupun kegiatan sehari-hari lainnya yang mengharuskan tubuh bergerak.

Untuk mencari keringat, saya punya tiga jenis olahraga. Joging, bersepeda, dan futsal. Sebenarnya masih ada satu lagi, yaitu senam pagi di kantor setiap hari Jum'at. Namun hampir satu tahun terakhir kegiatan senam pagi ini vakum. 

Kapan terakhir kali kamu berolahraga?

Saran saya, kalau sudah terlalu lama berhenti berolahraga jangan langsung memporsir tenaga ketika mulai berolahraga kembali. Ini saya alami di dua pekan terakhir ini.

Hari Minggu dua pekan lalu, saya memulai kembali berolahraga. Saya memilih berjalan kaki. Saya pikir, jalan kaki di pagi hari mungkin jadi pilihan yang tepat untuk memulai kembali kebiasaan berolahraga yang sempat terhenti. Apalagi menikmati Kota Manado memang paling pas di pagi hari di hari Minggu. Jalan-jalan masih sepi, udara masih sejuk, sinar matahari masih teduh. Lebih-lebih kalau kita berjalan di sepanjang kawasan pantai Boulevard Manado, semua yang kita pandang seolah tersenyum kepada kita. Dan sinar matahari yang teduh membuat pagi lambat beranjak. Ohh, nikmatnya.

Lalu apa yang terjadi? Barangkali saya terlampau jauh berjalan. Saya berjalan selama dua jam. Awalnya mungkin tidak ada yang salah dengan berjalan kaki selama itu. Tapi setiba rumah, efek berjalan kaki tadi mulai terasa terutama di daerah otot betis dan paha. Dan benar saja esok paginya di hari Senin, efek berjalan kaki itu mulai direspon oleh seluruh tubuh. Meriang datang menghinggapi badan, tapi untunglah tidak sampai mengganggu rutinitas pekerjaan saya. Hari Selasa besoknya, alhamdulillah gejala meriang akhirnya menghilang.

Kemudian, pada Sabtu lima hari yang lalu, saya mencoba lagi untuk berolahraga. Kali ini dengan bersepeda. Rencananya hari itu kami akan menghidupkan kembali kegiatan bersepeda bersama teman-teman kantor. Kami janjian kumpul di halaman kantor jam setengah enam pagi. Orang yang pertama hadir adalah saya. Akhirnya tanpa harus menunggu lama saya mendapatkan kepastian bahwa sayalah satu-satunya orang yang hadir di pagi itu. Baiklah kalau begitu. Saya bersepeda sendiri saja. Di perjalanan pasti banyak rombongan bersepeda yang akan saya ketemukan.

* * *

Rupanya saya mengulang kembali kesalahan terlalu memporsir tenaga saat jalan pagi pekan sebelumnya. Kali ini saya terlalu jauh mengayuh sepeda. Saya lupa bahwa sama seperti orang berpuasa, ketika tiba waktunya berbuka maka sebaiknya tidak langsung mengkonsumsi menu dengan porsi yang berat. Cukup dengan beberapa biji kurma atau beberapa teguk air putih. Harusnya pelajaran berpuasa tersebut saya terapkan juga saat kembali aktif berolahraga.

Gara-gara bersepeda itu saya jadi melewatkan kemeriahan hari kemerdekaan. Sejak hari Minggu perasaan saya sudah tidak bergairah untuk kemana-mana. Harusnya olahraga membuat tubuh jadi fit, tapi ini malah membuat loyo. Dua hari saya hanya di rumah saja, menghabiskan long weekend dengan menonton beberapa judul film di hardisk komputer saya. Nonton, tidur, bangun tidur nonton lagi.

Olahraga berlebihan memang tidak baik juga untuk tubuh. Berharap sehat, malah sebaliknya.
Barangkali bukan hanya olahraga saja, apapun itu kalau sudah berlebihan jadinya tidak baik. (*)