Senin, 19 Oktober 2015

Thank God It's Monday

"Saya pegang Persib saja". Begitu bunyi status bbm saya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Seperti tidak mau kalah untuk menunjukkan eksistensinya, beberapa teman di daftar kontak saya juga menulis di status mereka, "Sriwijaya FC." Wah, banyak yang berseberangan ternyata. Siap-siap saja menerima pesan masuk, atau apalah, kalau saja nanti Persib kalah, wkwkwk.

Rupanya semalam saya tidak salah memberikan dukungan ke Persib. Saat babak pertama baru memasuki menit ke-13 Persib sudah unggul satu kosong. Dalam keunggulan tersebut iseng-iseng saya mengirim pesan bbm ke beberapa teman yang mendukung Sriwijaya. Pesan saya singkat saja, "Persib dong, Bro, heheh."  Tidak berapa lama, saya menerima pesan balasan. "Adoohh... kalaahh." Teman yang lain lagi membalas seperti ini, "Hahahah.. Anti mainstream." Mungkin karena saking banyaknya yang mendukung Persib makanya teman ini memilih mendukung Sriwijaya, anti maistream katanya. Tapi ada teman yang lain daripada yang lain. Teman ini bukannya mendukung Persib atau Sriwijaya, ia malah mendukung Persipura. Tim mana yang main, tim mana yang didukung. Ah, ada-ada saja. Saya tidak tahu lagi sebutan untuk teman ini, apakah masih termasuk juga anti mainstream atau anti yang mana lagi, ckckckck.

Ngomong-ngomong soal mainstream, ketika Idul Fitri lalu teman-teman mengirimkan ucapan Selamat Idul Fitri dengan merangkai kata-kata melalui sms dan pesan di bbm, saya memilih mengirimkan ucapan dengan sebuah video pendek yang merupakan hasil kiriman seorang teman. Video pendek tadi lalu saya teruskan ke beberapa teman. Salah satu teman tanpa basa-basi langsung membalas, "anti mainstream ya?" Saya hanya senyum-senyum saja memandangi layar hape. Oh, begini ini ya, yang dibilang anti mainstream itu, heheh.

Masih tentang mainstream juga, pernah seorang teman membagikan di akun fesbuknya sebuah gambar tutorial tentang bagaimana memakai sarung. Di gambar yang dibagikan itu teman ini menulis, "karena tutorial memakai jilbab terlalu mainstream." Waktu itu memang di media sosial orang-orang sering sekali memposting tentang tutorial memakai jilbab ini.

Terinspirasi dari cerita-cerita tentang mainstream di atas, pagi tadi saya pun menuliskan sebuah kalimat pendek di akun twitter saya, "Thank God It's Monday karena Thank God It's Friday terlalu mainstream".

Selamat beraktifitas. Salam semangat untuk kita semua. (*)


Jumat, 02 Oktober 2015

Tentang Baju Batik Cokelatku

Hari ini kamu memakai batik warna apa?

Hari ini saya memakai batik warna cokelat. Saya sudah lupa berapa harga belinya. Apakah 30 ribu atau 50 ribu. Saya beli di Tanah Abang Jakarta, lima tahun yang lalu. Kebetulan waktu itu saya sedang mengikuti pendidikan dasar sebagai karyawan baru di perusahaan tempatku bekerja sekarang. 

Ketika mengikuti pendidikan, saya hanya membawa satu baju batik, itupun dipinjam dari teman. Baju batik pinjaman tadi saya pakai saat pembukaan acara. Padahal, saat penutupan kegiatan peserta masih diharuskan memakai batik. Saya tidak mau kalau kostum saya pada pembukaan dan penutupan acara masih dengan batik yang sama. Maka ketika tiba jadwalnya jalan-jalan, salah satu tempat yang saya dan teman-teman datangi waktu itu adalah Pasar Tanah Abang. Seingat saya, waktu itu saya hanya membeli selembar baju batik cokelat yang saya pakai hari ini dan sebuah jam tangan kw yang sekarang sudah innalillahi.

Hingga hari ini saya sudah memiliki beberapa koleksi baju batik. Hampir selusin barangkali. Kebanyakan dari koleksi itu adalah hadiah dan oleh-oleh dari teman. Walaupun baju batik saya sekarang ada beberapa, tapi yang paling sering saya pakai adalah batik cokelatku ini. Alasannya sederhana. Baju batikku ini anti kusut dan tak butuh diseterika. Karena alasan yang sederhana itulah, makanya batik cokelatku ini selalu jadi pilihan pertama yang akan saya masukkan ke dalam ransel ketika akan dinas ke daerah.

* * *

Ada cerita lain yang juga akan selalu saya kenang tentang batik cokelatku ini. Kejadiannya pas Hari Batik tahun 2014 yang lalu. Hari itu saya tidak berniat sama sekali memakai batik. Saya pun sebenarnya lupa kalau hari itu adalah Hari Batik. Biasanya sehari sebelumnya kami diingatkan melalui surat edaran dari kantor pusat untuk mengenakan baju batik. Tapi sepertinya saya tidak mengetahui adanya surat edaran tersebut.

Pagi itu jam masuk kantor sudah mepet sekali, sudah hampir jam setengah delapan. Sedangkan saya hanya baru menyelesaikan mandi. Ketika membuka lemari tak ada kemeja kantor yang layak dipakai kecuali diseterika dulu. Jarak kosan tempat tinggal saya memang hanya lima menit naik motor, tapi kalau harus menyeterika baju dulu maka saya akan menghabiskan alokasi waktu yang lima menit tadi. Saya pasti akan terlambat membubuhkan sidik jari di mesin absensi fingerprint. Tanpa berpikir panjang lagi, saya langsung menyambar baju batik cokelatku ini. Bisa langsung dipakai, tak butuh diseterika.

Sampai di kantor ternyata banyak teman-teman yang tidak tahu, dan lupa memakai batik. Dalam hati saya membatin, sebenarnya saya pun lupa bahwa hari itu Hari Batik. Kebetulan saja saya memakai batik karena kemeja-kemeja yang lain belum diseterika. wkwkwkwk.

Selamat Hari Batik. (*)