Sabtu, 23 Juli 2011

Kampung Indonesia

Sepulang kantor lalu menidurkan diri lalu terbangun tengah malam, menjadikan waktu begitu panjang dan pagi begitu jauh. Hari-hari seperti ini, di akhir pekan begini, sudah seharusnya memang waktu tak perlu terlalu cepat berdetik. Biarlah ia melambat dari seperti biasanya.

Terbangun tengah malam dengan kondisi perut yang baru terisi sekali di hari ini, menambah semakin panjangnya penantian terbitnya pagi. Tapi itu bukan masalah. Justru ini akan membuat pertemuan dengan pagi menjadi lebih indah nantinya. Apalagi pagi nanti adalah hari Sabtu. Saya bisa kemana saja sesuka yang saya mau, tanpa harus terikat oleh rutinitas.

Yang ingin saya lakukan ketika tiba pagi nanti adalah segera dan sesegera mungkin menyantap nasi kuning hangat. Saya membayangkan pastilah rasanya akan sangat nikmat sekali. Atau, kalau perlu bersama dengan kopi susu hangat. Dan sepertinya saya akan menambahkan dua buah telur ceplok pada nasi kuning itu. Ah, kita lihat saja nanti.

Sebenarnya ketika terbangun tadi dan menengok berita-berita di internet, saya menemukan banyak sekali pemberitaan tentang Indonesia kita. Dan yang sekarang sedang ramai dibicarakan adalah soal Nazaruddin. Setelah sekian lama kabur dan menyembunyikan diri tiba-tiba ia muncul di tivi dan berwawancara. Namun, dimana tepatnya ia berada tak dikatakannya. 

Soal Nazaruddin ini, seorang kawan distatus facebooknya menulis seperti ini: Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, Manusia mati meninggalkan nama, dan Nazaruddin pergi meninggalkan teman-temannya.

Oleh sebab itulah barangkali disebuah pidatonya Presiden SBY sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat, yang juga partainya Nazaruddin, mengajak agar si Nazaruddin segera pulang dan kembali ke Indonesia. Pulang ke Indonesia menemui teman-temannya dan mengungkapkan kebenaran kicauannya selama ini.

Oh iya, membicarakan Nazaruddin, saya teringat sebuah lagu Manado, Pulang Jo, pulang jo.. pulang jo.. biar busu-busu... itu kampung sandiri...

Dan memang, ini kampung sendiri, Indonesia. Biar busuk-busuk, saya masih bisa menantikan pagi lalu berharap menemukan nasi kuning hangat dengan dua telur mata sapi di atasnya. Juga dengan segelas kopi susu hangat.

Manado, 23 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar