Minggu, 10 Juli 2011

Bicara tentang buku

Saya pernah menuliskan seratus buah cita-cita yang ingin saya raih. Cita-cita itu saya tulis dalam sebuah buku kecil. Buku kecil itu masih saya bawa kini dan masih menyimpan cita-cita itu. Saya tidak ingat lagi pastinya keseratus cita-cita itu. Namun untuk mengingatnya saya pun tak ingin membuka buku kecil tadi. "Cukup ditulis apa cita-citanya dan kapan target tercapainya, biarkan masuk ke alam bawah sadar, dan tengoklah kembali daftar cita-cita itu setelah lama nanti", begitu kira-kira saran dari metode penulisan cita-cita tadi.

Maka, tanpa membuka buku kecil itu, saya mengingat salah satu cita-cita yang tertulis di dalamnya. "Saya ingin punya perpustakaan pribadi".

Perpustakaan pribadi yang seperti apa? Ketika dulu menuliskan cita-cita ini yang terpikir hanyalah bahwa saya punya banyak buku dan dibeli dengan uang hasil kerja sendiri. Tidak perlu sekali beli. Cukuplah sebuah dulu, kemudian sebuah lagi, hingga lama-lama buku-buku itu jadi banyak. Begitulah proses untuk mewujudkan cita-cita memiliki perpustakaan pribadi itu.

Awalnya, saya tidak muluk-muluk untuk mewujudkan cita-cita itu. Cukup sebuah buku dalam sebulan, pikirku. Sehingga dalam setahun saya akan punya dua belas buku, dan dalam sepuluh tahun saya sudah akan punya seratus dua puluh buku.

Buku seperti apa yang akan menjadi koleksiku? Ini juga tidak pernah saya pikirkan. Namun saya lebih tertarik membaca buku sastra dan segala turunannya, filsafat, pengembangan diri dan bisnis, perkembangan dunia dan sejarahnya, serta buku biografi. Dengan melihat kecenderungan itu, barangkali kelak perpustakaanku akan penuh dengan buku-buku dengan tema-tema tersebut.

Kemudian, mulailah saya mengumpulkan buku. Membeli sebuah, lalu sebuah lagi. Seperti misi saya diawal tadi: sebulan sebuah buku. Untuk mensukseskan misi itu, maka saya mengincar buku-buku tebal dengan halaman yang beratus-ratus. Dengan halaman yang beratus-ratus itu saya berharap tidak akan kehabisan bahan bacaan dan kesepian hingga tiba bulan berikutnya untuk membeli sebuah buku lagi. Dengan demikian, misi sebulan sebuah buku, bukan saja berarti bahwa sebulan sebuah buku bertambah, tetapi juga berarti sebulan ada sebuah buku yang selesai dibaca.

Namun lihatlah godaan buku-buku itu. Di mata ini mereka ibarat gadis-gadis cantik. Lirik sana, wow. Lirik sini, aduhai. Terhadap gadis-gadis tadi kita diperintahkan untuk menundukkan pandangan, namun terhadap buku-buku menggoda itu perintah mana yang bisa menahan? Maka setiap kali ke toko buku, saya tidak akan sebentar saja disana. Saya akan mendatangi buku yang menggoda, menyapanya, meraba tekstur sampulnya, membolak-balik halamannya, membaca testimoni orang-orang, dan memastikan bahwa bukan cuman judulnya saja yang menarik. Saya selalu teringat pesan: don't just the book by it cover.

Dan ngomong-ngomong, misi saya di atas tadi tentang sebulan sebuah buku hanyalah omong kosong belaka. Misi itu gagal total. Setiap kali ke toko buku saya selalu digoda oleh banyak buku menarik. Beberapa diantaranya tak mau melepaskan genggamannya dari tangan ini. Mereka memohon agar diizinkan ikut dengan saya agar mereka segera terbebas dari toko buku itu. Kalaulah bukan karena dompetku yang meneriaki pastilah sudah saya bawa mereka semua ikut bersamaku. Namun sebelum meninggalkan toko, kepada buku-buku yang masih berkeras untuk ikut saya selalu menitipkan janji disela-sela halaman mereka bahwa saya akan kembali lagi esok, atau esoknya lagi.

Akhirnya, saya harus membuat pengakuan bahwa kini kemampuanku membeli buku lebih cepat dari pada kemampuanku membaca. Apalagi kau tahu kan, saya selalu tertarik membeli buku-buku tebal? Kau juga mungkin tahu, betapa banyak buku-buku tebal yang bagus-bagus di toko sana? Beberapa diantaranya telah memilih saya sebagai tuannya. Dan salah satunya baru saja saya tamatkan membacanya, buku kedua dari novel biografi Muhammad, para pengeja hujan.

Selamat membaca.
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar