Jumat, 29 April 2011

Saat malam berada di tengah


hujan tengah malam
menambah melarutkan malam
rintik saja turunnya, tatkala
saya dan sunyi masih terjaga

Rabu, 27 April 2011

Semoga besok masih ada

Akhir-akhir ini saya tak selalu bisa untuk cepat tidur. Ada saja pikiran yang mengganjal ketika hendak memejamkan mata. Dan pikiran yang mengganjal itu, lebih banyak didominasi oleh soal-soal pekerjaan. Dari yang remeh-temeh, hingga yang punya tetek-bengek. 

Dari persoalan-persoalan yang remeh-temeh dan punya tetek-bengek itu, kebanyakan didominasi oleh perasaan-perasaan ketakutan. Kadang-kadang saya berharap kalau-kalau waktu sehari bisa diperpanjang agar lebih dari 24 jam.

Akhir-akhir ini saya memang tak bisa tidur cepat. Ada banyak pikiran yang mengganjal. Dan ketika bisa tertidur saya sudah tak ingat lagi, apakah saya telah berdoa atau tidak. Saya tak ingat lagi, sama dengan tak ingatnya saya bahwa besok bisa saja saya tak akan pernah terbangun lagi.

Senin, 25 April 2011

Ujian Kenaikan Kelas

Hari ini kami menelepon ke kantor atasan. Perihal yang kami tanyakan adalah soal penilaian kinerja bulanan kami sebagai kantor cabang. Dalam daftar penilaian yang kami terima itu, kami menemukan adanya ketidaksesuaian data dengan kinerja yang telah kami laporkan setiap bulannya.

Kami melakukan cross check ke kantor atasan perihal ketidaksesuaian itu. Kami mencari tahu siapa yang bertugas menerima dan menindaklanjuti laporan dari kantor cabang. Kepada staf kantor atasan yang menangani laporan tersebut kami menanyakan data mana yang ia pakai buat menganalisa dan menilai kinerja kantor cabang kami.

Jelas saja kami tidak terima dengan penilaian yang dikirimkan ke kami. Sebab, data-data yang dicantumkan dalam lembar penilaian itu sangat berbeda dengan data yang kami laporkan. Awalnya, staf tersebut bersikeras bahwa data yang menjadi dasar penilaiannya berasal dari data yang kami kirimkan setiap bulannya. Debat telepon pun terjadi. Kami mencoba menguak fakta, sementara suara di ujung telepon sana memberikan jawabannya. Tidak terima dengan jawaban yang diberikan, kami mengajukan pertanyaan berikutnya. Kini, kami lebih spesifik. Kami menanyakan data tanggal berapa yang kami kirimkan, dan oleh siapa, sehingga telah menjadi dasar oleh pihak kantor atasan untuk membuat penilaian. Tersebutlah sebuah nama dari pihak kami. Nama yang tersebut diminta untuk memberikan keterangan. Namun nama yang tersebut itu menunjukkan keyakinannya bahwa data yang dikirimkannya telah sesuai. 

Debat telepon masih berlangsung. Dari pihak kami telah hampir pasti menjatuhkan vonis bersalah kepada staf kantor atasan tadi. Mesti ada yang mengaku siapa yang salah sebelum gagang telepon ditutup. Dan sebelum si bersalah mengaku maka debat masih akan terus berlangsung. Fakta nampaknya mulai terkuak. Kami telah memegang data-data arsip dari laporan yang telah kami kirimkan. Bukti telah jelas. Staf tadi perlahan merendahkan suaranya. Dalam suara yang rendah itu, ia akhirnya mengaku. Kesalahan ada pada pihaknya. "Kalau begitu, kirim ulang saja laporan itu, biar kami membuatkan koreksinya", begitu kata staf tadi mengakhiri pembicaraan.

Namun, persoalannya tidak selesai sampai disitu. Secara pribadi saya berpendapat bahwa kejadian ini mesti mendapatkan kritik dan perbaikan. Mesti ada mekanisme saling kontrol. Jangan mentang-mentang kantor atasan, maka menjadi anti-kritik. Inilah yang saya sebut dengan saling menghormati dan menghargai job masing-masing. Perihal mengirim ulang laporan adalah perihal gampang. Memang laporan itu hanya beberapa lembar saja. Namun data-data yang ada di laporan itu adalah hasil peras keringat dan putar otak dari tim kerja kami yang ada di kantor cabang. Ini pelecehan! (maaf, saya agak keras pada kalimat ini) Saya ulangi, ini pelecehan. Kesalahan data yang menjadi dasar penilaian buat kami adalah sama dengan tidak adanya penghargaan terhadap kinerja yang telah kami lakukan. Jadi, permasalahan tidak selesai dengan hanya mengirimkan ulang data-data yang dibutuhkan. Tidak selesai sampai disitu, Bung.

Tapi sudahlah, toh kau sudah mengakui kesalahanmu. Semoga kami pun dapat memakluminya. Bukankah dengan begini, berarti kita terus dapat belajar?

* * *

Sampai disini, saya tetap masih percaya bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Saya yakin, bahwa jika kami bisa belajar dari kejadian hari ini, maka kami akan naik kelas, baik sebagai individu maupun sebagai institusi. Benarlah apa yang dikatakan para bijak bahwa setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, dan setiap waktu adalah belajar.

Salam Sukses Selalu :)

Minggu, 24 April 2011

Mengayuh pedal dan mengalirkan peluh agar tak terjatuh


Telah dua minggu ini, bersepeda lagi telah menjadi salah satu aktifitas saya mengisi akhir pekan. Sepedanya bukan sepeda baru. Saya membelinya dari seorang teman yang sudah punya sepeda baru.  Ya, saya menyebutnya bersepeda lagi sebab bersepeda pernah saya tekuni ketika smp dulu

Setelah sekian lama, saat minggu lalu untuk pertama kalinya bersepeda lagi, kaki ini terasa berat untuk mengayuh pedal dan mendaki jalan menanjak. Cara saya mengayuh belum selincah waktu dulu. Namun ketangkasan memainkan setang setir menghindari lubang di jalan nampaknya masih saya miliki. 

Minggu ini kembali saya bersepeda lagi. Tanjakan yang minggu lalu terasa berat saya daki, kini sedikit mudah saya lalui. Minggu depan barangkali, saya akan kembali bersepeda. Saya kembali akan menguji tanjakan yang saya lewati dalam dua minggu ini. Menurut teori, tantangan yang sama jika dihadapi untuk kedua kalinya maka akan terasa lebih ringan.

  


Senin, 11 April 2011

Kepada siapa kami mengadu?

Besok dan lusa, hari yang menantang
Tuhanku, hanya kepada-Mu kami mengadu
Semoga waktu mewariskan dewasa

* * *

Sabtu, 02 April 2011

Sungguh ...



Seorang teman mengeluh kepada saya,

“Mengapa ya kalau saya menundukkan kepala lalu mengangkatnya beberapa saat kemudian, mata saya menjadi berkunang-kunang?”

Ditanya seperti itu dengan kapasitas saya yang bukan seorang dokter tentu saja membuat saya tidak bisa menjawab secara pasti. Namun, berdasarkan pengalaman orang-orang yang saya dengar bahwa gejala seperti itu boleh jadi adalah gejala kurang darah atau tekanan darah rendah.

Analisa saya:
Pada saat teman tadi menundukkan kepala, pembuluh darah yang ada di leher tertekuk. Karena tekanan darahnya rendah, maka darah yang dipompa dari jantung untuk diteruskan ke kepala menjadi terhambat oleh adanya tekukan atau lipatan pembuluh darah di daerah leher. Dengan begitu pasokan darah ke kepala menjadi berkurang, sehingga menjadikan fungsi organ-organ yang ada di bagian kepala menjadi tidak maksimal. Salah satunya adalah mata yang berkunang-kunang.

Dengan analisa seperti itu, saya menjawab kepada teman tadi,

“Barangkali gejala kurang darah, Pak !”

Mendengar jawaban saya, teman tersebut mengiyakan namun dengan kurang yakin. Teman saya lalu bercerita kalau sudah dua malam dia selalu tidur lebih larut dari biasanya dan bangun pagi terburu-buru.

Saya langsung menginterupsi dan bilang kepada teman tadi bahwa biang kerok dari mata berkunang-kunang yang dialaminya, hampir pasti adalah karena aktifitas tidur yang terlalu larut malam itu. Dan saya menyarankan dengan sedikit mencandai dia bahwa kalau pagi jangan langsung buru-buru bangun. Biarkan dulu nyawa kembali seratus persen. Berikan waktu kepada tubuh untuk melakukan booting (pembacaan memory; istilah komputer). Jangan sampai karena terburu-buru bangun menyebabkan sebagian nyawa belum sempat masuk ke dalam tubuh dan tertinggal di tempat tidur.

“Ah, sambarang kau”, jawab teman saya dengan terbahak-bahak.

 * * *

Akhirnya, pagi ini saya mengucap syukur karena telah dihidupkan kembali dari mati kecil saya semalam. Lagi-lagi saya masih diberi waktu untuk meraih impian-impian yang belum terwujud. Walaupun saya tahu, sering kali kewajiban-kewajiban kepada-Nya tidak saya laksanakan. Sungguh, rahmat Allah untuk seluruh alam.

Selamat berakhir pekan.