Selasa, 07 Juni 2011

Di kantor tadi saya marah

Setelah sekian lama, hari ini akhirnya saya bisa marah. Ini bukan marah yang biasa. Walaupun penyebabnya mungkin kecil saja. Bahkan sangat kecil dan tidak pantas untuk menimbulkan marah. Namun, saya ternyata  marah juga. Barangkali karena waktunya yang tidak tepat berhubung hari sudah sangat senja, konsentrasi mulai melebar, stamina telah menyusut, dan pikiran sudah kemana-kemana. 

Hari memang sudah sangat senja. Tapi  ini tidak bisa saya jadikan alasan untuk marah saya itu. Saya marah. Saya merasakan bibir saya tertarik ke bawah. Saking kuatnya tarikan itu menyebabkan kedua otot pipi saya juga ikut tertarik. Tarikan itu begitu terasa, begitu nyata.

Untuk beberapa saat, dalam beberapa kata, saya mengungkapkan kemarahan saya itu. Agar marah saya menemukan jatidirinya, maka suara saya keraskan beberapa desibel dari suara biasanya, tekanan darah saya tinggikan beberapa mmHg, dan sakit hati saya sakitkan beberapa arghhhh...

Setelah marah saya itu terlaksana, perasaan sedikit terasa plong. Namun, dalam hati ini  belum sepenuhnya mereda. Pada tahap ini fungsi logika saya sudah bisa berjalan ke arah normal. Saya mulai menyelidiki. Saya menelusuri kembali lorong-lorong waktu yang saya pakai untuk marah tadi. Menelusuri kembali saat terjadinya penyebab marah saya itu. Kenapa saya bisa marah, bahkan dengan tingkatan marah yang bukan biasa? Kenapa bisa? Kenapa?

Pada ujung penelusuran itu saya menemukan bahwa pengetahuan lebih yang saya miliki adalah penyebab utamanya. Saya merasa lebih tahu prosedur kerjanya, saya merasa lebih tahu aturannya, dan saya merasa lebih tahu etikanya. Dan disebabkan oleh rasa lebih tahu itulah, maka marahlah saya. 

Barangkali pengetahuan memang penting, namun di atasnya masih diperlukan kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan ini saya mungkin akan tahu diri. Bahwa ada pohon  lain yang tumbuhnya tak setinggi pohon sendiri. Bahwa semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang meniup.

* * *




Tidak ada komentar:

Posting Komentar