Selasa, 24 Januari 2012

Dikejauhan sana kami memandang masa depan

Teman-teman menyebutnya Bukit Teletubis, (daerah Bengo-Bengo, Camba, Maros-Sulawesi Selatan)

Selasa, 17 Januari 2012

Buku kehidupan

Saya baru saja kembali dari acara ulang tahun seorang teman kantor. Acaranya di rumah. Diadakan dengan sederhana. Yang datang pun tidak begitu banyak. Hanya teman-teman dekat, hanya tetangga-tetangga dekat, dan tentu saja tak terkecuali keluarga sang teman ini. Barangkali karena yang hadir disana adalah orang-orang dekat maka suasana kekeluargaannya begitu terasa.

Tidak ada acara tiup lilin dan lagu happy birthday atau mungkin kami melewatkan sesi itu. Kami tiba jam tujuh malam, saat selera makan sedang bagus-bagusnya. Dan sudah pasti dalam kondisi selera yang sedang bagus-bagusnya itu lalu diperhadapkan dengan hidangan ikan bakar dengan sambal pedas lalu ditambah lagi dengan pesan-pesan "anggap saja rumah sendiri", maka yang terjadi kemudian adalah mari segera makan.

Ini ulang tahun ke-40 sang teman tadi. Banyak yang bilang bahwa hidup laki-laki dimulai ketika umur empat puluh tahun. Namun rasanya dengan empat puluh tahun menghabiskan umur hanya untuk memulai sebuah hidup merupakan waktu yang sangat panjang. Jika memang demikian, maka begitu sia-sianya hidup ini ketika yang empat puluh tahun diawal tadi kita pakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. 

Barangkali umur 40 tahun yang dimaksud disini adalah usia disaat seseorang telah mencapai kematangan secara emosional, intelektual, maupun kematangan secara spiritual. Kematangan-kematangan tadi tentu saja didapat dari perjalanan mengakrabi manis-getirnya kehidupan. Dengan kematangan yang dicapai pada usia ini, harapannya generasi-generasi yang lebih muda bisa mengambil teladan dari orang ini. Setidaknya begitulah menurut saya. Mungkin karena itulah kenapa Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada umur empat puluh tahun.

Saya juga membayangkan jika kehidupan kita seperti sebuah buku yang terdiri dari tiga bab, dan tebal setiap babnya adalah dua puluh tahun, maka memasuki usia empat puluh tahun kita akan memulai menjalani bab terakhir dari buku kehidupan kita. Setiap bab punya rangkuman yang menjadi intisari dari hidup yang kita jalani. Kita akan melewati selembar demi selembar halaman buku hidup kita untuk menemukan intisari tadi. 

Dari pengalaman saya ketika telah menyelesaikan membaca halaman terakhir dari sebuah buku, pada sampul belakangnya saya selalu menemukan testimoni orang-orang yang pernah membaca buku itu. Dan barangkali nanti begitu juga di sampul belakang buku kehidupan kita masing-masing.

"Saya selalu rindu untuk kembali membacanya", begitu bunyi sebuah testimoni entah di buku mana.

* * *

Minggu, 15 Januari 2012

Puisi yang tiba-tiba

(1)
Saya menyukai keteraturan yang tiba-tiba
Seperti meja kerja yang dijemput senja

Saya menyukai kesendirian yang tiba-tiba
Seperti seorang masbuk ditinggal jamaah satu per satu

Saya menyukai kesunyian yang tiba-tiba
Seperti ruang tamu menjelang tujuh Syawal

Saya menyukai rindu yang tiba-tiba
Seperti kita ketika berjauh-jauhan

(2)
Saya menyukai kesemerautan yang tiba-tiba
Seperti kertas cakaran yang ditulisi angka-angka

Saya menyukai keramaian yang tiba-tiba
Seperti ruang tunggu didatangi penumpang satu per satu

Saya menyukai keriuhan yang tiba-tiba
Seperti penonton bola yang meneriakkan yel-yel gol

Saya menyukai diam yang tiba-tiba
Seperti kita ketika berhadap-hadapan


***

Sabtu, 14 Januari 2012

Bagaimanakah senyummu

Ada orang yang memilih tersenyum memakai bibirnya
Ada orang yang memilih tersenyum memakai matanya
Ada orang yang memilih tersenyum memakai hatinya
Ada orang yang memilih tersenyum dengan ketiganya

Senin, 09 Januari 2012

Oleh-oleh Manado


Gunung Lokon, Tomohon - Sulawesi Utara

Minggu, 08 Januari 2012

Resolusi 2012

Hari masih pagi dan matahari sedang bersinar dengan riangnya ketika saya menuliskan catatan ini. Saya teringat lagi dengan pesan guru saya Kang Prie GS, bahwa  "Sukses menghayati pagi, membuat besar sekali kemungkinan kita untuk sukses menjalani seluruh hari.” Namun, barangkali tidak semua orang setuju dengan pendapat guru saya itu. Sebab, mungkin saja ada yang lebih memilih meresapi malam ketimbang menghayati pagi. 
Apapun pilihannya, saya berusaha untuk mendapatkan keduanya. Karena malam dan pagi sama-sama menyediakan keheningan. Meresapi malam kita akan bertemu dengan kekhilafan-kekhilafan sepanjang hari tadi. Menghayati pagi kita akan menyapa harapan-harapan disepanjang hari ini. Begitulah hidup menurut saya. Ada waktu buat merenung ke belakang dan ada saatnya menerawang ke depan.
Memang tidak setiap hari saya bisa menemui keheningan pagi lalu menghayatinya dengan penghayatan yang bening. Terkecuali pagi ini. Barangkali karena hari ini hari Minggu. Barangkali karena semalam orang-orang lebih memilih menghabiskan seluruh malam mereka. Maka, hening dipagi ini menjadi lebih panjang dari biasanya.
Untuk mengisi penghayatan terhadap pagi dihari ini saya mencoba menyalakan laptop, mengakses internet, dan mampir beberapa saat di beranda facebook. Di situs jejaring sosial ini, saya menge-like beberapa status teman, memposting artikel dan memberikan beberapa komentar di dalamnya.
Salah satu status teman yang saya berikan like menuliskan seperti ini, “Alhamdulillah... dan pagi pun tak pernah ingkar untuk tetap setia datang setelah malam, hmmmm, pagi dimanapun selalu indah”
Dan entah kenapa, status teman saya itu begitu melekat di ingatan saya disepanjang pagi ini. Begitu menginspirasikah? Dan sepertinya, ya. Di dalamnya saya melihat harapan, saya merasakan optimisme, dan kita diajak untuk menemukan alasan untuk bersyukur kepada Allah. 
Menghayati status teman di atas, saya lalu tergerak untuk menuliskan resolusi pribadi di tahun 2012 ini yang belum sempat saya tuliskan. Dengan menuliskannya saya berharap resolusi ini akan lebih melekat di ingatan dan agar daya dorongnya lebih kuat untuk melaksanakannya. 
Tahun 2012 ini saya menetapkan 3 resolusi. Pertama, saya ingin meningkatkan kualitas hubungan saya dengan Sang Pencipta. Jika selama ini ibadah-ibadah wajib terkadang masih lalai saya kerjakan maka kedepannya perlu lebih khusyu lagi. Jika selama ini ibadah-ibadah sunnah masih jarang saya lakukan maka kedepannya perlu lebih ditingkatkan dari segi kualitas dan kuantitasnya. 
Kemudian yang kedua, saya ingin meningkatkan kualitas hubungan saya dengan diri sendiri. Untuk memenuhi janji ini saya ingin lebih banyak lagi membaca dan menulis. Membaca tulisan dan buku-buku yang bergizi, serta menuliskan gagasan-gagasan penting serta tetek bengek kehidupan yang perlu untuk dibuang. Saya juga akan memberikan porsi waktu yang cukup bagi diri ini untuk berolah raga, karenanya bangun pagi juga perlu saya sukseskan setiap hari. Berusaha untuk selalu sarapan setiap pagi dan tidak telat makan siang. Dan, saya akan mengikuti nasehat Bang Rhoma, “begadang jangan begadang kalau tiada artinya”. 
Resolusi yang ketiga, saya ingin meningkatkan kualitas dan kuantitas silaturrahim saya kepada sesama. Kepada orang tua saya akan lebih sering menelepon keduanya di kampung halaman sana, begitupun kepada kakak dan adik-adik saya. Kepada atasan dan rekan-rekan kerja, saya akan bekerja dengan lebih semangat lagi dan selalu berusaha menunjukkan wajah yang penuh empati ketika bertemu dengan mereka. Kepada kawan-kawan lama yang terpisah jauh dimana-mana saya akan memanfaatkan situs jejaring sosial untuk lebih sering menyapa, bertukar kabar dan saling menularkan semangat-semangat positif dengan mereka. Saya juga akan terus membagun pertemanan dan hubungan baik dengan orang-orang baru disekitar tempat saya berada. 
Begitulah janji saya ditahun ini kepada diri ini.
Akhirnya, saya ingin mengutip kata-kata WS. Rendra, “Manusia adalah gabungan dari kemungkinan dan keterbatasan. Ada batas untuk cita-cita dan perencanaan manusia. Ada batas untuk realitas alam. Manusia yang menyadari batas-batas tadi akan bisa menciptakan kemungkinan-kemungkinan baru”. 
Mari bersiap. Mari menghadapi kemungkinan-kemungkinan baru di tahun 2012 ini.
(Ditulis di Manado, 8 Januari 2012)