Minggu, 17 Mei 2015

Libur Kecil Keluarga Besar Kos-kosan

Rencananya olah raga saya pagi tadi adalah bersepeda. Tetapi baru saja sepeda saya keluarkan dari ruang belakang, saya disapa dan diberitahu oleh tetangga kamar bahwa hari ini kami akan jalan-jalan dan bermain ke pemandian kolam renang. Beramai-ramai.

Sejak empat tahun lalu menghuni kos-kosan, inilah liburan keluarga besar kos-kosan kami untuk pertama kalinya secara beramai-ramai.

Kos-kosan saya ini bukan sekedar tempat tinggal, atau tempat pulang setelah seharian bekerja. Kos-kosan saya ini tidak sekedar bangunan fisiknya saja yang saya tempati, tetapi lebih dari itu adalah suasananya. Saya bisa menyebutnya sebagai home, bukan sekedar house, sebab disini saya menemukan keluarga baru.

Disini ada empat kamar yang disewakan. Berderet-deret membentuk kamar petak. Pada bagian rumah yang terpisah tinggal suami-isteri pemilik kos bersama anak dan menantunya serta dua orang cucu mereka.

Dari deretan kamar petak itu saya menyewa kamar yang paling ujung. Saya penghuni paling lama dibandingkan penghuni di kamar lainnya. Penyewa disini datang silih berganti. Ada yang cuma beberapa bulan saja menyewa kemudian pindah. Kemudian datang lagi penyewa yang baru. Namun untuk komposisi penghuni kos-kosan yang sekarang boleh saya bilang sebagai yang terlama. Rata-rata semuanya sudah hitungan tahun.

Di sebelah kamar saya dihuni sebuah keluarga dengan dua orang anak. Ibunya bekerja di sebuah pusat perbelanjaan, bapaknya bekerja di sebuah perusahaan multivitamin.

Di deretan kamar berikutnya ditempati sebuah keluarga dengan seorang anak. Ibunya penjual jamu gendong, bapaknya penjual es tong-tong.

Lalu, kamar yang terakhir ditempati oleh sebuah keluarga dengan seorang anak. Ibunya bekerja di sebuah department store, bapaknya sebagai teknisi kelistrikan di sebuah pusat perbelanjaan.

Kos-kosan yang saya tempati bukan kos-kosan seperti pada umumnya. Kos-kosan ini memang sangat tepat kalau disebut rumah. Pagi hari ada banyak alarm yang akan membangunkan saya. Jika saya tidak dibangunkan oleh adzan subuh dari mesjid sekitar kos-kosan, maka saya akan terbangun oleh dentingan lonceng gereja. Atau saya akan terbangun oleh bunyi tumbukan dan aroma rempah-rempah bahan jamu-jamuan dari kamar sebelah. Tidak cukup itu saja, suara es batu yang dihancurkan untuk membuat es tong-tong juga sudah akan memecah keheningan pagi jauh sebelum matahari terbit. Lalu sering pula telinga saya akan menemukan suara rengekan adik-adik kecil di kamar sebelah yang terbangun lebih cepat daripada ibu atau bapaknya.

Disini, di kos-kosan kami, roda kehidupan sudah mulai diputar kembali sejak sebelum adzan subuh dikumandangkan. Begitu setiap hari.

Setelah matahari terbit, keriuhan pagi lebih didominasi oleh dialog antara anak-anak dan ibu-ibu mereka. Anak-anak yang semuanya masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayo cepat mandi. Habiskan sarapanmu. Ayo cepat pakai baju sekolahmu. Mana kaos kakiku. Dimana pensilku. Minta uang jajan. Dan lain sebagainya.

Hampir setiap pagi saya mendengarkan dialog-dialog seperti itu. Kadangkala saat saya sedang ngopi atau ngeteh di kamar. Kadangkala saat saya sedang membaca update berita bola semalam dari layar hape. Kadangkala saat saya sedang menunggu antrian kamar mandi.

Pagi tadi beramai-ramai kami menuju ke pemandian kolam renang yang berada sedikit di pinggir kota. Saya menyebut ini sebagai libur kecil. Dan, libur kecil seperti ini anak-anaklah yang paling antusias menyambutnya. Begitu melihat kolam yang airnya sangat jernih, anak-anak tadi langsung tidak sabaran untuk segera menceburkan diri ke dalam kolam.

Bermain ke kolam renang tadi pagi adalah liburan bersama kami untuk pertama kalinya. Agak susah memang menemukan jadwal karena hanya saya sendiri yang libur pada Sabtu dan Minggu. Sementara yang lainnya bekerja dengan sistem shift dimana hari Minggu masih tetap bekerja. Malah, tetangga kamar saya yang menjual es tong-tong justru mengakui bahwa hari Minggu adalah hari dimana omzet penjualan es meningkat karena anak sekolah libur sehingga kompleks perumahan yang dilewatinya akan sering dijumpainya anak-anak membeli es tong-tong.

Semua kami yang menghuni kos-kosan adalah perantau. Mulai dari Bapak kos beserta isterinya, hingga kami yang menyewa petak-petak kamar. Sebagai sesama perantau kami sadar betul bahwa kerja keras adalah salah satu kunci untuk bisa survive dan sukses di kampung orang.

Selain itu, sebagai sesama perantau yang jauh dari keluarga, kami juga berusaha untuk selalu mengamalkan nasehat dari Guru-Guru Kehidupan bahwa keluarga yang paling dekat adalah tetangga. (*)