Senin, 26 April 2010

Saya terkenang Robocop

Saya gemar bermain bola. Dan kegemaran ini telah saya mulai sejak kanak-kanak. Apalagi halaman rumah saya ketika itu cukup luas untuk memainkan bola sepak. Ditambah lagi, halaman itu ditutupi oleh rumput Jepang yang hijau dan empuk. Saking empuknya, bermain di halaman rumput ini terkadang menimbulkan keinginan untuk mensengajakan diri agar terjatuh. Sekedar untuk merasakan sensasi keempukan dari rumput tadi.


Ah, saya tidak tahu mengapa saya menggemari sepak bola. Mungkin karena saya laki-laki? Ah, mungkin saja. Dan lihatlah, bermain bola ini selalu saja bisa membujuk saya untuk memberinya jatah waktu. Sesibuk apapun kegiatan saya, jika ada teman yang mengajak bermain, saya selalu bisa mengatur ulang jadwal kegiatan saya agar bermain bola ini bisa dimasukkan atau diselipkan diantara jadwal-jadwal itu.


Lalu, inilah kelemahan saya dalam bermain bola. Saya memiliki naluri menyerang yang terlalu tinggi dan nafsu mencetak gol yang begitu besar. Kelemahan ini sebenarnya bisa jadi kekuatan jika ia bersemayam pada orang yang tepat. Namun karena ia bersemayam pada saya, maka jadilah ia kelemahan. Kelemahan yang akan berbuntut petaka kekalahan bagi tim yang saya bela. Betapa tidak, saya yang kerap kali dipasang sebagai bek harus menurutkan naluri untuk menyerang dan memuaskan nafsu mencetak gol itu. Okelah kalau penyerangan saya yang bernafsu tadi membuahkan gol, pastilah tidak mengapa. Nah, bagaimana jika tidak? Bagaimana jika tiba-tiba terjadi serangan balik dari lawan? Dan inilah yang sering terjadi : gol tidak tercipta dan tim lawan dengan tiba-tiba berbalik melakukan penyerangan. Dan hebatnya lagi, saya lebih sering kalah dalam beradu lari dengan penyerang lawan. Dan kalau sudah begini jadinya, maka tinggal menunggu hitungan detik saja bola sudah akan masuk menggelinding ke gawang kami.


Lantas, setelah menyadari kelemahan saya ini, apakah saya memperbaikinya? Oh.. ho.. tidak. Saya tetap saja mengulanginya. Sambil berharap bahwa pada penyerangan saya yang kesekian kalinya akan benar-benar tercipta gol dari kaki saya. Itulah mimpi saya setiap bermain. Karena walaupun umur saya telah beranjak, namun pemahaman saya masih tetap seperti masa kanak-kanak dulu. Bahwa siapapun yang mencetak gol, apalagi jika timnya kemudian menang, maka si pencetak gol itu yang akan dikenang sebagai pahlawan. Dan karena kepahlawanannya ini maka peluang dia untuk menjadi idola akan semakin besar. Bukankah ini manusiawi?


Ya, begitulah saya memandang soal idola-mengidolai sesuatu. Mesti ada sebuah aksi kepahlawanan sebelum sesuatu itu layak disebut sebagai idola. Maka, jika pada masa kanak-kanak dulu saya mengidolakan Robocop, ya, tadi itu alasannya. Ada aksi kepahlawanan yang telah dipertontonkan oleh Robocop dalam filmnya. Dan aksi itu telah mengisi salah satu ruang dalam hati saya.


Lalu, jika sang idola harus menunjukkan aksi kepahlawanan agar disebut sebagai idola, lantas apa yang harus dilakukan oleh seseorang agar disebut sebagai fans? Saya rasa, tak ada keharusan bagi seseorang untuk menunjukkan sesuatu agar ia disebut sebagai fans. Karena dengan naluri sebagai fans pastilah dengan sendirinya seseorang tadi akan memperlihatkan kepada orang lain bukti ke-nge-fans-annya pada idolanya.


Dan inilah bukti bahwa saya mengidolai Robocop. Ketika kecil dulu saya memiliki baju kaos yang bergambarkan Tokoh ini. Lalu dengan bangga saya memakainya dan memamerkannya pada teman-teman sepermainan saya. Mulai dari teman seperkelerengan, seperbolaan, seperhujanan, seperlayangan, hingga teman sepernakalan.


Namun, jika hanya sekedar idola, maka ingatan saya terhadap Robocop ini tidak akan seterang sampai hari ini. Sebab banyak idola saya ketika kecil dulu, kini tak terkenang lagi. Jika hari ini, saya masih mengenang Robocop, itu karena Robocop ini merupakan kata pertama yang berhasil saya eja dengan benar pada masa-masa dulu saya belajar membaca. Dan setelah berhasil mengeja kata Robocop tadi, saya kemudian menemukan betapa membaca adalah sebuah kesenangan.


Maka ketika hari ini dunia merayakan Hari Buku dan mengenang Shakespeare, saya terkenang Robocop-ku.


Selamat Hari Buku, 23 April :))