Selasa, 17 Januari 2012

Buku kehidupan

Saya baru saja kembali dari acara ulang tahun seorang teman kantor. Acaranya di rumah. Diadakan dengan sederhana. Yang datang pun tidak begitu banyak. Hanya teman-teman dekat, hanya tetangga-tetangga dekat, dan tentu saja tak terkecuali keluarga sang teman ini. Barangkali karena yang hadir disana adalah orang-orang dekat maka suasana kekeluargaannya begitu terasa.

Tidak ada acara tiup lilin dan lagu happy birthday atau mungkin kami melewatkan sesi itu. Kami tiba jam tujuh malam, saat selera makan sedang bagus-bagusnya. Dan sudah pasti dalam kondisi selera yang sedang bagus-bagusnya itu lalu diperhadapkan dengan hidangan ikan bakar dengan sambal pedas lalu ditambah lagi dengan pesan-pesan "anggap saja rumah sendiri", maka yang terjadi kemudian adalah mari segera makan.

Ini ulang tahun ke-40 sang teman tadi. Banyak yang bilang bahwa hidup laki-laki dimulai ketika umur empat puluh tahun. Namun rasanya dengan empat puluh tahun menghabiskan umur hanya untuk memulai sebuah hidup merupakan waktu yang sangat panjang. Jika memang demikian, maka begitu sia-sianya hidup ini ketika yang empat puluh tahun diawal tadi kita pakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. 

Barangkali umur 40 tahun yang dimaksud disini adalah usia disaat seseorang telah mencapai kematangan secara emosional, intelektual, maupun kematangan secara spiritual. Kematangan-kematangan tadi tentu saja didapat dari perjalanan mengakrabi manis-getirnya kehidupan. Dengan kematangan yang dicapai pada usia ini, harapannya generasi-generasi yang lebih muda bisa mengambil teladan dari orang ini. Setidaknya begitulah menurut saya. Mungkin karena itulah kenapa Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada umur empat puluh tahun.

Saya juga membayangkan jika kehidupan kita seperti sebuah buku yang terdiri dari tiga bab, dan tebal setiap babnya adalah dua puluh tahun, maka memasuki usia empat puluh tahun kita akan memulai menjalani bab terakhir dari buku kehidupan kita. Setiap bab punya rangkuman yang menjadi intisari dari hidup yang kita jalani. Kita akan melewati selembar demi selembar halaman buku hidup kita untuk menemukan intisari tadi. 

Dari pengalaman saya ketika telah menyelesaikan membaca halaman terakhir dari sebuah buku, pada sampul belakangnya saya selalu menemukan testimoni orang-orang yang pernah membaca buku itu. Dan barangkali nanti begitu juga di sampul belakang buku kehidupan kita masing-masing.

"Saya selalu rindu untuk kembali membacanya", begitu bunyi sebuah testimoni entah di buku mana.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar