Minggu, 15 Juli 2012

Belajar mencintai Manado


Musim hujan sedang puncak-puncaknya. Penerbangan saya didelay beberapa jam. Tidak banyak barang yang saya bawa. Hanya ada beberapa lembar pakaian, dua pasang sepatu, empat buah sampiran baju, dan tak ketinggalan beberapa buah buku. Semuanya saya masukkan kedalam dua buah tas jinjing kecil. Hingga akhirnya sembilan puluh menit setelah pesawat diberangkatkan saya tiba di kota ini. Saya ingat hari itu tanggal 11 Desember tahun 2010. Hari itu sudah sore dan hujan masih turun saja.

Hampir dua tahun sudah saya belajar mengenal Manado. Mencoba menemukan hal-hal yang bisa membuat saya mencintai kota ini.

Jalan 14 Februari adalah alamat saya yang pertama. Tidak akan sulit menemukan alamat itu. Disitu saya menyewa sebuah kamar empat kali tiga pada sebuah Keluarga Advent. Advent adalah salah satu aliran dalam Kristen yang melarang penganutnya untuk memakan babi. Di rumah itu ada empat kamar yang disewakan. Selain di kamar sendiri, tak ada privasi yang mutlak kita punyai. Tidak ada ruang tamu khusus, tidak ada ruang nonton khusus, tidak ada kamar mandi khusus, tidak ada dapur khusus.  Untuk ruang-ruang itu kami mesti berbaur, sepintar-pintarnya kami menyesuaikan diri.

Keluarga Advent ini punya lima orang anak. Yang tertua ketika itu baru kelas dua SMP. Tiga orang masih duduk di bangku SD kelas 1, kelas 3, dan kelas 5. Yang bungsu baru masuk TK. Sepulang dari kantor mereka biasanya menyambut saya di ruang depan, lalu dengan hangat membalas ucapan selamat malam yang saya sampaikan. Kadang-kadang saya menemani mereka mengerjakan PR sekolah. Kadangkala mereka juga menguji saya dengan pelajaran bahasa Inggris yang hari itu mereka dapatkan di kelas. Tak mau kalah, saya menguji balik dengan meminta mereka menyanyikan lagu 17 Agustus, dari awal sampai akhir tidak boleh ada lirik yang keliru.

Saya menyukai bocah-bocah tadi. Mereka memanggil saya Om Luqman.

Di rumah itu tak ada suasana kos-kosan. Di dalamnya saya menemukan suasana rumah yang alami. Di dalamnya ada keributan anak-anak, entah itu karena memperebutkan mainan, rengekan minta dibelikan jajanan, tangisan memperebutkan remote tivi, hingga kemalasan pagi hari ketika hendak mandi untuk berangkat sekolah. Sekali waktu saya juga akan menyaksikan petugas koperasi yang datang menagih cicilan pinjaman. Hampir tak ada kejadian di dalam rumah itu yang seolah tidak ingin diperlihatkan.

Sekali waktu saya pernah ditanya oleh Ibu Kost, apakah saya tidak merasa terganggu oleh keributan anak-anak itu. Saya terus terang saja menjawab tidak terganggu. Di keluarga saya, kami juga lima orang bersaudara dan juga hanya seorang perempuan, dan kami hampir tumbuh bersamaan. Barangkali serupa itu pula keributan kami ketika kecil dulu.

Di keluarga Advent itu saya tinggal sebelas bulan lamanya. Saya terpaksa harus pindah. Rumah itu ada yang menawar dan harganya cocok dengan yang diinginkan keluarga itu. Mereka pindah, membeli  sebuah rumah kecil yang agak jauh dari pusat kota. Saya mencari tempat kost yang baru.

Sekarang saya tinggal dengan keluarga Jawa. Di rumah ini juga ada 4 petak kamar yang disewakan yang terpisah dengan rumah induk.  Seandainya ruangan di dalamnya lebih banyak dan lebih luas, maka mungkin akan lebih cocok disebut dengan rumah petak.

Kepada pemilik kontrakan, tetangga-tetangga disini memanggilnya Pakde. Beliau punya dua orang cucu dari anaknya yang juga tinggal di rumah ini. Cucunya baru berumur beberapa bulan dan cucu yang tertua berumur lima tahun.

Oleh cucu tertua inilah kamar saya biasa diacak-acak. Ada saja yang mau dipegang dan diambil jika ke kamar. Pertanyaannya seribu satu macam. Apa ini. Ini apa. Apa ini. Dan, oh.. rupanya dia paling tertarik dengan colokan listrik dan benda yang bernama laptop itu. Akhirnya, setiap kali ke kamar bocah tadi selalu mencari benda itu. Main gem.. om, main gem.

Kini, hampir dua tahun sudah saya belajar mengenal Manado. Mencoba menemukan hal-hal yang bisa membuat saya mencintai kota ini. Kota yang hari ini berusia 389.[]



Ditulis 14 Juli 2012, dihari Ulang Tahun Manado
dari sebuah kamar petak, Kelurahan Banjer, Manado
(agak sulit menemukan alamatku ini, kamu harus menelepon dulu kalau mau kesini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar