Kamis, 22 November 2012

17 menit yang lalu

Ini hanya intermezo saja. Mudah-mudahan catatan ini tidak akan panjang. Kalaupun nanti menjadi panjang saya akan tetap melabeli tulisan ini sebagai catatan pendek. Saya menulis catatan ini karena teringat kawan saya. Namanya Fadillah. Namun orang-orang lebih sering memanggilnya dengan Bung Fadil.

O iya, dulu saya hanya tahu kalau di Indonesia ini hanya ada tiga orang yang dipanggil dengan sebutan Bung di depan namanya. Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo. Tapi belakangan ketika saya bertanya kepada seorang teman tentang sebaiknya saya memanggil ia dengan sebutan apa. Apakah Pak, Bang, Bro, atau Mas. Teman saya itu bilang panggil saja Bung, biar kedengarannya selalu muda. Bukan saja kepada teman ini saya memanggil mereka dengan sebutan Bung, kepada beberapa teman yang lain pun saya sering memanggil demikian. Termasuk kawan saya Bung Fadil tadi.

Saya pernah membaca kalau kata bung itu diambil dari kata rebung yang berarti anak-anak bambu. Panggilan Bung ini diberikan kepada pejuang-pejuang kemerdekaan yang waktu itu bersenjatakan bambu runcing.

Kita kembali ke kawan saya yang bernama Bung Fadil itu. Sejak meninggalkan kampus, saya jadi jarang bertemu dengan kawan yang satu ini. Biasanya komunikasi kami lakukan melalui chat box di fb. Melalui chating-chating ini saya bisa tahu sedikit banyaknya kabar-kabar tentang kampus almamater saya dulu.

Melalui media sosial saya selalu bisa mendapatkan kabar terkini dari teman-teman yang terpisah jauh. Saya rutin mengikuti kabar teman-teman dari update status di akun media sosial mereka. Memang sih, ada juga status-status yang tidak jelas yang hanya untuk seru-seruan saja.

Kawan saya yang Bung Fadil itu sering menulis status: 17 menit yang lalu. Saya tak tahu apa maksudnya. Setahu saya tentang angka 17 itu seringkali muncul diawal film yang waktu kecil dulu saya dilarang untuk menontonnya. 17 tahun keatas.

Belakangan saya tersadar bahwa tulisan 17 menit yang lalu, yang sering ditulis oleh kawan saya itu, akan tetap terbaca sebagai 17 menit yang lalu. Kapan pun kita membacanya. Apakah besok, lusa, bulan depan, ataupun tahun depan. Begitulah barangkali sifat tulisan itu. Ia akan abadi. Seperti kata orang-orang bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Hanya penulis yang tak akan mati.
* * *

Minggu lalu ketika ke Makassar saya bertemu dengan kawan saya Bung Fadil tadi. Kami saling menjabat tangan. Dalam jabat tangan itu saya bilang 17 menit yang lalu. Kawan saya itu tersenyum. Mungkin juga malu-malu. Saya tidak sempat menanyakan apa makna 17 menit yang lalu yang sering ia tulis. Jika nanti bertemu lagi saya mungkin akan bilang ini. "Hei Bung Fadil...! Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia bukan pada 17 menit yang lalu, tapi pada 17 Agustus 1945".

Seperti janji saya, tulisan ini hanya intermezo saja. Merdeka !

* * *

2 komentar:

  1. Salam hangat kanda.., semoga Tuhan selalu melindungi segala aktifitas keseharian ta. Bung Fadil tidak habis pikir sampai2 kanda menuliskan catatan dari status 17 menit yg lalu. sy sangat bahagia sekali pada saat berjumpa dengan kanda waktu datang di kampus waktu itu. seandainya waktu lebih lama mempertemukan kita kanda, akan banyak cerita yg lahir dari pikiran kita, entah masalah KMF, masalah geopolitik kampus, bahkan masalah dunia kerja. Namun waktu yg membatasi kita untuk bercumbu lebih lama. hehe...

    Saya sangat rindu dengan sosok senior2ku dulu yg biasa di temani berbagi, berdiskusi tentang sesuatu bahkan identitas mahasiswa pada saat sy menjadi maba, dan proses demi proses yg dijlani akhirnya kegelisahanku itu terjawab kanda.

    Kanda Luqman yg biasa melontarkan kata2 "kita anak muda". itulah yg selalu mengingatkan sy kepada sosok seorang kanda yg sering memberikan nasehat2, ide2 cemerlang yg lahir dari pikirannya. Kanda mudah2an Tuhan bisa mempertemukan kita kembali agar kita bisa menghabiskan waktu lebih lama untuk saling berbagi, berdiskusi tentang kegelisaahan yg tak berujung ini.

    Salam hangat dari anak muda!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahah.. Gelisah memang tabiatnya anak muda. Apalagi anak muda yang juga seorang Mahasiswa Tingkat Akhir.

      Tapi yakinlah, bahwa Tuhan bersama Mahasiswa Tingkat Akhir.

      Hapus