Minggu, 27 Desember 2015

Novel Pulang Tere Liye, Buku Biografi Andy F. Noya, dan Tahun 2015 yang Akan Berakhir

Tahun 2015, akhirnya, akan segera berakhir. Masih lima hari lagi. Sudah lima hari pula saya libur kerja. Hari ini hari keenam, hari terakhir liburan. Libur enam hari itu ternyata sama dengan libur selama seratus empat puluh empat jam. Tapi kenapa rasanya seperti sebentar saja. Heheh.

Desember tahun ini saya tidak pulang ke kampung. Walaupun sebenarnya libur 6 hari itu adalah waktu yang cukup untuk mudik ke tanah kelahiran saya Raha, Kabupaten Muna, di Sulawesi Tenggara sana. Alasan pertama saya tidak mudik adalah karena baru saja bulan November yang lalu saya mengunjungi kampungku itu.  Alasan yang kedua adalah karena masih ada beberapa urusan pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum tahun 2015 berakhir.

Tiga tahun terakhir setiap Desember saya memang selalu pulang memanfaatkan banyaknya hari libur disekitaran hari natal. Tiga tahun terakhir ini setiap tahun saya selalu pulang dua kali, saat Hari Raya Idul Fitri dan liburan natal. Memang, sebaik-baik liburan adalah ke kampung sendiri. Apalagi jika disana kita masih bisa bertemu dan menciumi tangan kedua orang tua kita. Bapak saya selalu bilang, kepulangan kami anak-anaknya adalah obat umur panjang bagi orang tua.

Enam hari libur, saya tidak kemana-mana. Saya di rumah saja. File-file pekerjaan kantor yang akan diselesaikan ikut saya boyong ke rumah. Oh iya, saya menyebut rumah karena sejak satu bulan lalu saya tidak indekos lagi. Saya sekarang tinggal agak jauh sedikit dari pusat kota, menyewa sebuah rumah kecil. Di depan rumah itu saya tanami bibit pohon rambutan pemberian Bapak Kostku sebelumnya. Kata Beliau, pohon rambutan itu sebagai kenang-kenangan agar saya selalu mengingat keluarga kos-kosan.

Liburan kali ini saya memang tidak kemana-mana, saya hanya di rumah saja. Saya membaca habis dua buah buku. Novel berjudul Pulang karya Tere Liye dan Buku Biografi Andy F. Noya, host Acara Kick Andy di Metro TV itu. Dari dua buku yang habis saya baca itu, walaupun saya hanya di rumah saja, tetapi dengan membacanya saya seperti mengunjungi banyak tempat, berjumpa banyak peristiwa, dan mengunjungi dimensi waktu yang banyak pula. Disitulah keajaibannya kalau kita membaca buku.

Walaupun genrenya berbeda, secara garis besar, kedua buku itu sama-sama bercerita tentang pengalaman-pengalaman masa lalu, pencapaian-pencapaian hari ini, dan harapan-harapan di masa depan. Di tulisan ini saya tidak ingin membedah isi kedua buku itu. Anda yang mengikuti novel-novel Tere Liye mungkin saja sudah membaca novel berjudul Pulang tersebut. Saya bukan pengoleksi novel, tapi kalau Anda ingin mengoleksi, saya menyarankan untuk tidak melewatkan karya-karya Tere Liye. Sampai hari ini saya (baru) hanya memiliki empat judul karangannya. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Sunset Bersama Rose, Eliana, dan Pulang. Setelah ini saya mungkin akan mencari judul-judul yang lain. Dalam karya-karya Tere Liye banyak disisipkan nasehat-nasehat kehidupan. Menurut saya, akan sangat berguna jika kelak kita bisa mewariskan novel-novel itu ke anak-anak kita.

Kemudian tentang Buku Biografi Andi F. Noya. 

Sebelum membaca buku tersebut, selama ini saya mengira bahwa kata Flores pada nama Andy Flores Noya adalah karena Beliau berasal dari Flores. Tetapi ternyata Andy Noya bukan berasal dari Flores. Kata itu berasal dari bahasa Portugis yang berarti bunga. Di Biografi tersebut, Andy F. Noya menuturkan bahwa ia adalah keturunan campur aduk. “Selain darah Belanda dari Ibuku, aku juga mewarisi “bonus” darah Perancis-Portugis dari ayahku. Ayahku, Ade Wilhelmus Flores Noya, lahir dari pasangan Thobias Noya, asal Hulaliu, sebuah desa di Maluku Tengah, dan Adolfina Josephine Dousse, perempuan Ternate keturunan Perancis. Darah Portugis juga mengalir dari kakekku”, begitu buku itu mengisahkan di halaman-halaman awal.

Buku ini bercerita tentang kehidupan Andy F. Noya sejak dari pengalaman masa kecil di Surabaya, masa remaja di Jayapura, hingga kuliah di Jakarta. Bagaimana kehidupan Keluarganya, Ibunya, Bapaknya, Kakak-kakaknya, kisah bertemu pertama kali dengan perempuan yang sekarang menjadi Isterinya, hingga bagaimana ia meniti karir dari wartawan junior sampai bisa menjadi Pemimpin Redaksi di Metro TV dan menjadi orang kepercayaan Surya Paloh pemilik Media Group. Di buku ini juga diceritakan ide awal Program Acara Kick Andy di Metro TV yang selalu menghadirkan nara sumber-nara sumber yang penuh inspirasi dan telah menginspirasi jutaan pemirsa Indonesia.

Salah satu yang juga menarik dari buku itu, ini mungkin sangat subyektif sekali, adalah karena nama tanah kelahiranku, Raha, sempat diceritakan di dalamnya. Tak perlu Anda susah-susah mencarinya di halaman berapa diceritakan. Saya akan memberitahukannya. Halaman 176 baris ke-10. Wuihh, hafal benar saya, wkwkwk. Menemukan tanah kelahiranku disebut dalam buku itu memang senang rasanya. Karena selama ini jika saya memperkenalkan diri berasal dari Raha, orang-orang selalu salah menebak. Mereka mengira Raha itu adanya di Nusa Tenggara sana. Tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah jika ada yang bertanya Raha itu dimana, adakah di peta Indonesia? Arrggh, sakitnya tuh disini.. Kawan!

Dan tentu saja ada banyak cerita menarik lainnya di dalam buku itu. Kisah yang lebih lengkap silahkan Anda baca sendiri saja. Saya merekomendasikan buku ini untuk Anda baca dengan tuntas dan menjadi salah satu koleksi Anda di rumah.

Saya punya beberapa koleksi buku Biografi di rumah. Dan sepertinya saya akan terus menambah koleksi buku-buku yang bertema Biografi. Saya pernah bilang kepada seorang kawan bahwa buku-buku dengan tema-tema Biografi adalah buku yang layak untuk dimiliki. Waktu itu saya tidak menyampaikan alasannya kenapa.

Belakangan saya menyadari bahwa dengan membaca buku perjalanan hidup seseorang, sebenarnya kita diajak untuk melihat bagaimana Allah merancang kehidupan ini. Bagaimana Allah mempertemukan kita dengan suatu peristiwa untuk kemudian bertemu lagi dengan peristiwa berikutnya. Bagaimana Allah menitipkan kita pada satu keadaan lalu dibawa lagi pada keadaan yang lainnya. Kenapa kemarin kita bertemu dengan si Fulan, bertemu si Fulanah. Kenapa kemarin kita berada di kota sana hari ini di kota sini, kenapa kita bertemu dengan keadaan-keadaan senang, kenapa kita mengalami keadaan-keadaan susah, dan banyak lagi peristiwa-peristiwa hidup lainnya. Tugas kitalah untuk menghubung-hubungkan berbagai peristiwa itu untuk mengambil hikmah dan pelajaran bagi kehidupan kita hari ini dan juga esok. Dan kita wajib percaya bahwa kejadian-kejadian yang hadir dalam kehidupan kita pasti punya makna. Tidaklah Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan sia-sia.

Kalau Allah berkehendak, maka lima hari lagi kita akan bertemu dengan tahun 2016. Kita tidak tahu rencana apa yang Allah telah persiapkan untuk kehidupan kita di tahun 2016 nanti. Mengutip sebuah dialog yang terdapat dalam novel Pulang itu. “Seluruh masa lalu, hari ini, dan masa depan akan selalu berkelindan, kait-mengait. Esok lusa kau akan lebih memahaminya”.

Aamiin. (*)


Senin, 07 Desember 2015

Senin (Semangat Nan Indah)

Kalau soal urusan dunia melihatlah ke bawah. Kalau soal urusan akhirat melihatlah ke atas. Begitulah seringkali saya mendapat nasehat.

Dan benar saja, ketika saya dihinggapi perasaan jenuh mengerjakan rutinitas kantor, saya biasanya akan mengingat mereka-mereka yang saya temui di jalan-jalan. Mereka-mereka ini ada yang menjajakan koran, sopir angkot, penjaja minuman dingin, tukang parkir, hingga pemandu kendaraan yang akan memutar arah. Saya membandingkan pekerjaan mereka yang bisa seharian penuh berpanas-panasan di jalan dengan pekerjaan saya yang seharian penuh berada dalam sejuknya ruangan ber-AC.

Sekarang musim hujan telah tiba. Mereka-mereka yang saya temui di jalan-jalan tadi barangkali akan kembali menjalani pekerjaan mereka dengan berhujan-hujanan. Saya pun akan tetap menjalani pekerjaan saya dalam sejuknya ruangan ber-AC, mungkin juga dengan ditemani kopi hangat atau ditemani instrument musik jazz yang tenang.

Dengan membandingkan seperti ini biasanya semangat kerja saya kembali hidup dan rasa syukur menjadi berlimpah. Dalam soal-soal urusan dunia ini, jika kita melihat ke atas maka comparison is the thief of joy. Namun, jika kita melihat ke bawah maka comparison is the ocean of grateful. Begitulah barangkali rumus kehidupan ini. Sederhana sekali. Alhamdulillah. (*)

Jumat, 04 Desember 2015

They Are Our Future

Judul Foto : Para Keponakan, Sumber: Koleksi Pribadi 

Senin, 19 Oktober 2015

Thank God It's Monday

"Saya pegang Persib saja". Begitu bunyi status bbm saya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Seperti tidak mau kalah untuk menunjukkan eksistensinya, beberapa teman di daftar kontak saya juga menulis di status mereka, "Sriwijaya FC." Wah, banyak yang berseberangan ternyata. Siap-siap saja menerima pesan masuk, atau apalah, kalau saja nanti Persib kalah, wkwkwk.

Rupanya semalam saya tidak salah memberikan dukungan ke Persib. Saat babak pertama baru memasuki menit ke-13 Persib sudah unggul satu kosong. Dalam keunggulan tersebut iseng-iseng saya mengirim pesan bbm ke beberapa teman yang mendukung Sriwijaya. Pesan saya singkat saja, "Persib dong, Bro, heheh."  Tidak berapa lama, saya menerima pesan balasan. "Adoohh... kalaahh." Teman yang lain lagi membalas seperti ini, "Hahahah.. Anti mainstream." Mungkin karena saking banyaknya yang mendukung Persib makanya teman ini memilih mendukung Sriwijaya, anti maistream katanya. Tapi ada teman yang lain daripada yang lain. Teman ini bukannya mendukung Persib atau Sriwijaya, ia malah mendukung Persipura. Tim mana yang main, tim mana yang didukung. Ah, ada-ada saja. Saya tidak tahu lagi sebutan untuk teman ini, apakah masih termasuk juga anti mainstream atau anti yang mana lagi, ckckckck.

Ngomong-ngomong soal mainstream, ketika Idul Fitri lalu teman-teman mengirimkan ucapan Selamat Idul Fitri dengan merangkai kata-kata melalui sms dan pesan di bbm, saya memilih mengirimkan ucapan dengan sebuah video pendek yang merupakan hasil kiriman seorang teman. Video pendek tadi lalu saya teruskan ke beberapa teman. Salah satu teman tanpa basa-basi langsung membalas, "anti mainstream ya?" Saya hanya senyum-senyum saja memandangi layar hape. Oh, begini ini ya, yang dibilang anti mainstream itu, heheh.

Masih tentang mainstream juga, pernah seorang teman membagikan di akun fesbuknya sebuah gambar tutorial tentang bagaimana memakai sarung. Di gambar yang dibagikan itu teman ini menulis, "karena tutorial memakai jilbab terlalu mainstream." Waktu itu memang di media sosial orang-orang sering sekali memposting tentang tutorial memakai jilbab ini.

Terinspirasi dari cerita-cerita tentang mainstream di atas, pagi tadi saya pun menuliskan sebuah kalimat pendek di akun twitter saya, "Thank God It's Monday karena Thank God It's Friday terlalu mainstream".

Selamat beraktifitas. Salam semangat untuk kita semua. (*)