Selasa, 10 Agustus 2010

Writer's Block

Seorang teman bilang kalau dirinya lebih suka menulis langsung ke komputer. Jika tiba-tiba ada ide yang muncul, ia akan segera menyalakan komputer dan mulai menulis. Dengan mengetikkannya langsung ke komputer, katanya, ia bisa dengan mudah memindahkan kalimat yang tidak pada tempatnya ke tempat kalimat itu seharusnya berada. Begitupun dengan paragraf yang salah tempat.

Kelebihan lain menulis langsung ke komputer adalah kita bisa melihat pratinjau atau penampakan tulisan kita jika nantinya diprint out. Berapa jumlah katanya, ataupun berapa jumlah halamannya. Dengan menggunakan cara ini kita pun akan mudah mengakses tulisan tersebut jika sewaktu-waktu kita hendak mempublikasikannya.

Belakangan saya mulai mengikuti cara teman ini. Awalnya, sebelum setiap saat bisa mengakses komputer, ide-ide yang mau dituliskan saya tuangkan dalam sebuah buku kecil. Diary, kita sering menyebutnya. Catatan di buku tadi baru saya pindahkan ke komputer jika saya menemukan komputer. Entah di kampus, entah di kost-an teman.

Akhirnya saya akrab dengan cara menulis langsung ke komputer. Pelan-pelan saya melupakan kebiasaan saya menulis di buku diary. Namun, suatu hari ketika ingin mencoba-coba menulis cerpen, saya mengalami kebuntuan (writer's block) jika harus menuliskannya langsung ke komputer. Ide yang saya pikirkan tiba-tiba saja menghilang saat jari-jari hendak menyentuh huruf-huruf di keyboard. Kejadian ini bukan hanya sekali, tetapi terjadi berkali-kali, sehingga menyebabkan saya berhari-hari untuk menemukan kembali ide-ide yang hilang tadi.

Saya berusaha mencari tahu penyebab kejadian ini.

Dalam pencarian itu, saya kembali mencoba menggunakan cara menulis saya yang dulu (menulis dalam buku kecil). Tentang sebuah ide cerpen yang tiba-tiba muncul di suatu pagi, saya menuliskannya dengan cara ini. Kalimat pembuka berhasil saya tuliskan. Kemudian menyusul kalimat berikutnya. Tangan saya terus menulis. Dari yang awalnya beberapa kalimat, tanpa terasa tulisan saya telah menjadi beberapa paragraf. Tangan saya dengan cekatan dapat menangkap setiap lintasan ide yang lewat. Lalu tidak berapa lama kemudian, lahirlah sebuah cerpen saya di pagi itu.

Setelah menyelesaikan menulis cerpen di pagi itu, saya kemudian merenung-renung tentang peristiwa writer's block yang sebelumnya saya alami. Saya kemudian mengambil kesimpulan bahwa kebuntuan tersebut disebabkan karena kecepatan mengalirnya ide di kepala saya tidak diimbangi oleh kecepatan tangan saya dalam menangkap ide itu melalui tuts-tuts keyboard.

Hmm, nampaknya suatu saat ketika mengalami kejadian yang sama, saya mungkin harus menulis ke komputer sambil mengendarai motor dalam kecepatan tinggi agar ide-ide saya bisa terkejar.

Bagaimana dengan Anda ?


Foto: www.infostradasports.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar