Sabtu, 27 November 2010

Sugesti angka 27

Saya punya seorang teman di Purwokerto. Semalam saya membaca statusnya di facebook. Di statusnya itu dia menulis begini: "Serasa tanggal 27, hhhh". Tanpa perlu bertanya kepada teman ini saya bisa langsung tahu kalau ia pasti sedang bergembira. Di statusnya itu ia pasti sedang ingin mengungkapkan perasaan gembiranya karena kemarin (tanggal 26) ia menerima gaji yang seharusnya dibayar tanggal 27. Namun berhubung tanggal 27 jatuh pada hari Sabtu hari ini, hari libur kerja, maka gajinya dibayar sehari lebih cepat. "2,5%-nya bolehlah dikirim ke aku", begitu komentar saya di statusnya itu.

Saya juga mengalami kegembiraan yang sama dengan teman tadi. Kebetulan kami bekerja di satu perusahaan yang sama. Sehingga jika di Purwokerto sana tanggal 27 terasa lebih cepat datangnya, maka di Makassar sini pun demikian.

Nah, kemarin itu, mungkin karena hari gajian atau karena apa, saya merasakan sesuatu yang lain dari hari-hari biasanya. Ini tentang urusan kampung tengah, atau yang dalam bahasa ilmiahnya diistilahkan abdomen (perut). Seperti biasa jika telah lepas waktu Dzuhur, urusan saya dan beberapa teman di kantor pastilah soal mencari makan apa dan makan dimana. Tak terkecuali kemarin. Setelah shalat Jum'at, seorang teman memberikan isyarat untuk mencari tempat makan siang, namun anehnya, lambung di perut saya belum menginstruksikan untuk itu. Lha, ini aneh, pikir saya. Pada jam-jam seperti itu biasanya lambung ini sudah memberikan tanda peringatan untuk segera diisi. Maka, atas isyarat makan siang yang diberikan oleh teman tadi, saya menjawab, "Saya belum lapar, sebentarlah dulu!"

Pada saat itu, di dalam pikiran saya, kalimat inilah yang terlintas: "Sebentar itu mau makan dimana atau mau makan apa tidak usah pusing. Amunisi di dompet sudah terisi, tenang saja". Saya kemudian mengusut kejadian aneh ini. Saya menghubungkannya dengan kalimat yang melintas di pikiran saya pada saat itu. Saya mendiskusikanya dengan teman tadi yang mengajak makan. Kami memaparkan beberapa fakta, menceritakan beberapa kejadian, dan menghubung-hubungkannya dengan beberapa pengalaman yang polanya mirip. Lalu, akhirnya kami menemukan sebuah kesimpulan yang kami sebut sugesti. Untuk kejadian kemarin, kami menyebutnya dengan sugesti rasa aman. Perasaan aman itu mensugesti lambung saya yang kosong untuk merasakan hal yang sama ketika ia telah diisi makanan.

Saya tidak tahu bagaimana pola kerja dari sugesti rasa aman tersebut. Saya hanya bisa mencocok-cocokkan dengan pengalaman-pengalaman saya yang dahulu. Misalnya seperti ini. Saat berkuliah dulu, salah satu moment yang paling saya tunggu-tunggu adalah moment pulang kampung. Kenapa? Karena menurut kami yang mahasiswa rantau, pulang kampung adalah moment berharga untuk melakukan recovery gizi, atau istilah kami adalah masa penggemukan kembali. Untuk mensukseskan program penggemukan kembali ini, maka yang kami lakukan adalah memperbaiki pola makan. Jika biasanya kami makan dua kali atau bahkan tak jarang hanya satu kali sehari, maka dalam program ini bisa rutin menjadi tiga kali sehari. Menu makanannya pun disesuaikan dengan anjuran empat sehat lima sempurna.

Namun, ketika telah berada di kampung halaman dan dengan membawa daftar program penggemukan yang telah disusun dengan rapi, rencana-rencana yang ada dalam program tadi tidak bisa dilaksanakan dengan baik. Misalnya program makan tiga kali sehari dengan menu empat sehat lima sempurna. Program ini praktis tidak berjalan sama sekali. Bukan karena sarana dan prasarananya yang tidak tersedia, tetapi lagi-lagi karena sugesti hadir disana. Sugesti rasa aman, seperti yang saya tuliskan di atas. Jika saatnya makan, tiba-tiba sugesti tadi muncul: "Tenang saja, tak perlu terburu-buru untuk segera makan. Sebentar juga bisa. Lagipula makanan selalu tersedia, tenang saja. Kamu tak akan kelaparan".

Sugesti barangkali bisa menciptakan rasa aman, namun rasa aman juga bisa memanipulasi jika ia tidak didukung oleh realitas yang nyata. Maka, menikmati realitas di tanggal 27 hari ini, biarkanlah saya mengingat pesan Rasulullah SAW tentang 5 perkara sebelum 5 perkara. Muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, sehat sebelum sakit, lapang sebelum sempit, hidup sebelum mati.

Dan satu lagi tambahan dari saya, ingat tanggal 27 sebelum tanggal 27 lagi, hehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar