Sabtu, 12 Maret 2011

Melaporkan dari Manado

Mungkin saja kau sudah melihatnya di televisi. Berita tentangnya. Tentang gempa yang mengguncang Jepang. Kemarin siang, sekitar jam 3 saya menontonnya. Dalam skala richter kekuatannya 8,9. Kau tahu apa artinya 8,9 itu? Kau tahu? Saya tak tahu pasti. Yang saya tahu setelah membuka Wikipedia, bahwa  kekuatan gempa interval 8,0 sampai 8,9 SR dapat menyebabkan kerusakan serius hingga dalam area  ratusan mil.

Kini, yang jelas, gempa sekuat itu telah menimbulkan gelombang tsunami di lautan Jepang. 600 km per jam kecepatan gelombangnya. Itu berarti sama dengan 10 kali kecepatan motor yang berani saya pacu. Kau bisa membayangkan bagaimana mengendarai motor dalam kecepatan sekencang itu? Saya tak bisa membayangkannya. Saya tak bisa. Saya tidak berani.

Melalui kemajuan teknologi saat ini, berita tentang tsunami di Jepang dengan cepat menyebar, mungkin hampir ke seluruh negara. Satu hal yang perlu saya syukuri, tentunya. Di  setiap stasiun televisi di negeri kita beritanya disiarkan. Saya bisa menonton rekaman gambar yang ditayangkan. Dengan gagah perkasanya, tsunami  menyapu setiap benda yang dilaluinya. Dari tayangan itu saya bisa melihat (pastinya kau juga), kapal-kapal, mobil-mobil terseret bagai perahu kertas. Bahkan ada bangunan yang menyala-nyala ikut terseret dan mengapung di atas tsunami tadi, mungkin kilang minyak, atau apalah.

Setelah Jepang mengalami guncangan gempa dan tsunami menyapu beberapa daerahnya, pihak Jepang kemudian mengirimkan peringatan kepada negara-negara tetangga, tak terkecuali negeri kita, Indonesia.  Dengan kecepatan gelombang 600 km per jam, diperkirakan gelombang tsunami akan mencapai Indonesia pada malam harinya sekitar pukul 20 waktu Indonesia bagian tengah. Daerah-daerah yang  diperkirakan akan terkena imbas dari tsunami Jepang adalah Papua, Maluku Utara, dan Pulau Sulawesi bagian Utara.

* * *

Mungkin saja kau sudah melihatnya di televisi. Berita tentang kepanikan orang-orang negeri kita di tiga pulau tadi. Ya, memang benar. Mereka panik. Salah satu diantara mereka adalah saya.

Hari Jum’at kemarin merupakan hari kerja terakhir dipekan ini. Seperti Jum’at-Jum’at sebelumnya, saya akan berlama-lama berada di kantor, biasanya hingga selepas Maghrib, namun tidak pada Jum’at kemarin. Televisi di sudut ruangan terus memberitakan perkembangan terbaru tentang tsunami di Jepang. Saya dan seorang teman masih membicarakan agenda kerja yang sudah harus siap pada hari Senin nanti. Di luar, di jalan raya, terdengar klakson kendaraan bersahut-sahut. “Hei, kau yang di depan, percepat putaran rodamu!”, barangkali begitu artinya.

Kantor saya berada di kawasan padat lalu lintas, namun mendengar bunyi klakson kendaraan yang melintas di hari kemarin, saya bisa menangkap ada sesuatu yang tidak biasa. Nada klakson itu bukan hanya sekedar berkata: “Hei, kau yang di depan, percepat putaran rodamu!” Bukan, bukan hanya sekedar itu pesannya. Ada warna-warna kepanikan pada nada-nada dari klakson itu.

* * *

Manado memiliki dataran yang bergelombang. Jalan rayanya ada banyak tanjakan dan turunan. Pusat bisnisnya terletak di kawasan Mega Mas, yang diistilahkan dengan BOB (Boulevard On Bussiness). Kawasan BOB ini merupakan daerah yang terletak di pesisir laut. Menurut perkiraan saya daerah ini dulunya laut, kemudian ditimbun, maka jadilah BOB seperti sekarang yang ditumbuhi ratusan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan. Mungkin terlalu berlebihan jika saya menyebut kawasan ini sebagai kawasan Seribu Mall. Sehingga jika kau pernah mendengar 5B yang menjadi daya tarik Manado, maka salah satu B yang dimaksud adalah Boulevard ini.

Kepanikan cukup besar barangkali terjadi di kawasan ini. Apalagi setelah dikabarkan bahwa gelombang tsunami dari Jepang akan mencapai pantai Manado pada pukul 8 malam. Peringatan agar masyarakat bersiap diri dan tidak panik disampaikan Pemerintah setempat melalui Kecamatan, Kelurahan, hingga ke RT/RW. Mobil berpengeras suara diturunkan untuk berpatroli di jalan-jalan, menghimbau dan mengarahkan masyarakat.

Di sepanjang perjalanan saya pulang ke rumah, saya melihat  orang-orang telah ramai bergerombol.  Bersama keluarga, bersama teman, bersama tetangga-tetangga. Semua bersiap-siap, dan tidak sedikit yang sudah bergerak menuju daerah yang lebih tinggi.Pergerakan orang-orang ke daerah yang lebih tinggi terus berlangsung sejak sore hingga mencapai puncaknya menjelang pukul 8 malam.

Menit-menit pun berganti, Pemerintah kita akhirnya mengumumkan mencabut peringatan bahaya yang telah diumumkan sejak sore hari.Tsunami, yang dinanti-nanti, akhirnya tak jadi datang. Mungkin ia lelah setelah bekerja keras di Jepang sana. Mungkin juga ia memilih beristirahat dulu beberapa jenak, menghimpun tenaga untuk berjalan mencapai Indonesia yang beribu mil jaraknya. Tapi kami berharap ia tak sampai datang kemari.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar